Soal Video Penggerebekan Perselingkuhan, AJI Kota Jember: Banyak Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik

Dwi Sugesti Megamuslimah
Dwi Sugesti Megamuslimah

Thursday, 23 Nov 2023 16:50 WIB

Soal Video Penggerebekan Perselingkuhan, AJI Kota Jember: Banyak Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik

JEMBER, TADATODAYS.COM - Video viral di media sosial instagram yang memperlihatkan peristiwa penggerebekan dugaan perselingkuhan warga Jember beberapa waktu lalu, direspons Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jember. AJI Kota Jember mengecam media online dan akun-akun media sosial yang turut memviralkan peristiwa. Sebab, video itu dinilai melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ), dan berpotensi melanggar aturan hukum yang seharusnya menjadi pedoman bersama seluruh insan pers.

AJI Kota Jember mencatat, sejumlah media online ikut memberitakan peristiwa tersebut dengan menyebut detail nama, serta data-data pribadi, termasuk akun media sosial yang bersangkutan.

"Wartawan harus menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik, itu jelas tertulis di KEJ. Sementara kasus itu ranah privat seseorang yang tidak ada kaitannya sedikitpun dengan kebijakan publik," tegas Ketua AJI Kota Jember Iraa Rachmawati, Kamis (23/11/2023).

Informasi yang disebarkan oleh platform media sosial dan beberapa media online itu kata Iraa, berpotensi untuk melegitimasi perbuatan-perbuatan main hakim sendiri di kalangan masyarakat umum.

Dalam sejumlah pemberitaan tersebut, AJI Kota Jember menilai terdapat beberapa aturan hukum dan kode etik jurnalistik yang ditabrak, antara lain:

1. Melanggar Privasi

Pada Pasal 9 Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia harus menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

Dalam kasus ini merupakan ranah privat seseorang tidak ada kaitannya sedikitpun dengan kebijakan publik atau kepentingan publik. Terlebih identitas dan wajah perempuan serta laki laki yang ada di video terpampang jelas tanpa menghargai privasi.

Sehingga informasi yang disebarluaskan beberapa media online tersebut berpotensi untuk meligitimasi perbuatan perbuatan main hakim sendiri dimasyarakat.

2. Bukan Karya Jurnalistik

Sekalipun informasi tersebut dimuat di media online, AJI Jember menegaskan bahwa informasi itu bukan karya jurnalistik. Karena pemberhalaan algoritma dan page view untuk meraih keuntungan dengan menghalalkan segala cara.

AJI Kota Jember menilai, pola-pola pemberitaan seperti ini dilakukan demi meraih keuntungan meski dengan melanggar pedoman dalam KEJ.

Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik menyatakan bahwa wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Salah satu cara profesional yang dimaksud yaitu “menghormati hak privasi.” atau hak pribadi menyangkut soal rumah tangga, kematian, sakit, atau kelahiran.

Sementara di Pasal 3, disebutkan bahwa wartawan Indonesia juga selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

3. Bias Gender

Dalam kasus ini, AJI Jember mencatat ada potensi bias gender karena sorotan negatif hanya tertuju pada pihak perempuan.

Selain itu pada Pasal 5 menyebutkan bahwa wartawan tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Sementara di pasal 4 kode etik jurnalistik mengingatkan bahwa wartawan tidak boleh membuat berita yang bersifat cabul.

"Untuk itu kami mendorong untuk rekan-rekan jurnalis bekerja sesuai dengan kode etik yang berlaku. Serta membuat karya jurnalistik yang memiliki kepentingan pada publik," kata Iraa mengakhiri percakapan. (dsm/why)


Share to