Sobung Sarka, Komunitas-Gerakan Zero Waste di Jember

Andi Saputra
Andi Saputra

Tuesday, 24 Jan 2023 12:34 WIB

Sobung Sarka, Komunitas-Gerakan Zero Waste di Jember

PILAH: Komunitas Sobung Sarka saat memilah sampah sebelum dikelola, mulai dari sampah kering dan basah.

DAERAH yang baik kini tidak hanya dinilai dari kepemilikan taman yang indah. Pengelolaan sampah juga menjadi unsur vital. Baik itu sampah yang dikelola oleh pemerintah maupun oleh warga secara mandiri.

Adalah Nurul Hidayah, seorang pegiat pengelolaan persampahan di Kabupaten Jember. Pria 41 tahun yang karib disapa Cak Oyong ini bergerak melalui komunitasnya yang bernama "Sobung Sarka".  Kata "Sobung Sarka" berasal dari bahasa Madura, yang dalam bahasa Indonesia berarti "Tidak Ada Sampah".

Komunitas Sobung Sarka bergerak mengampanyekan gaya hidup zero waste atau nol sampah. Caranya dengan merangsang kesadaran masyarakat terhadap dampak buruk sampah.

PLASTIK: Plastik menjadi salah satu sampah yang jadi perhatian khusus Cak Oyong dan kawan-kawan karena sulit terurai. Salah satu kegiatan komunitas Sobung Sarka yakni mengelola sampah plastik menjadi barang bernilai.

Selain itu, Sobung Sarka juga berupaya mendorong masyarakat agar mampu melakukan pengendalian sampah dengan prinsip 5R. Selain 5R yang berarti Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan kembali), Recycle (mendaur ulang), Replace (mengganti) dan Replant (menanam kembali), Sobung Sarka juga punya versi 5R sendiri. Prinsip 5R versi Sobung Sarka ialah Reduce, Refuse, Recycle, Rot, dan Rumah tangga.

Reduce berarti mengendalikan sampah dengan cara mengurangi pemakaian terhadap barang-barang yang berpontensi menjadi sampah. Refuse berarti mengendalikan sampah dengan menolak atau menghindari pemakaian bahan yang menggunakan plastik dan lebih memilih bahan yang lebih alami.

Selanjutnya, Recycle mengendalikan sampah dengan cara mendaur ulang sampah seperti sampah timba rusak menjadi tempat sampah/pot tanaman, botol air kemasan menjadi tempat detergen, kaos bekas menjadi keset/pel/lap, dan lain sebagainya.

Rot berarti mengendalikan sampah dengan cara melakukan pembusukan. Jika masih ada sisa makanan, kita cukup dengan membuat kompos dari material tersebut, tentu tidak dengan mencampurnya dengan sampah anorganik lainnya.

Kemudian, Rumah tangga berarti pengendalian sampah berbasis rumah tangga, yakni  mengurangi serta meminimalisir sampah yang timbul karena aktivitas domestik secara tersistem.

Cerita berdirinya komunitas Sobung Sarka sendiri bermula dari pengalaman pribadi Cak Oyong jauh sebelum ia mendirikan komunitas tersebut. Pada 2013 lalu, saat Cak Oyong mengikuti komunitas "Grebek Sedekah Jember", ia aktif terlibat melakukan giat sosial bersih sampah sungai.

PENDIRI: Nudul Hidayah yang karib disapa Cak Oyong, adalah penggagas komunitas Sobung Sarka. Komunitas itu dibentuk, setelah ia melihat minimnya kesadaran masyakat akan pentingnya pengelolaan sampah.

Selain membersihkan sampah yang kerap menumpuk di sungai, komunitas itu juga mengedukasi tentang pentingnya tidak membuang sampah sembarangan. "Agar masyarakat yang membuang sampah sembarangan malu, karena dia yang membuang kok kita yang membersihkan," kata Cak Oyong.

Maksud hati mengedukasi, namun fakta berlawanan justru didapat Cak Oyong. Pada saat tengah membersihkan sampah di tahun 2017, tiba-tiba ia melihat ada warga yang membuang sampah dari atas jembatan. Padahal, saat itu, dirinya bersama rekan tengah bersusah payah membersihkan sampah yang berserakan di tepi sungai.

Di tahun berikutnya, pengalaman lain soal sampah juga didapatkan Cak Oyong. Saat itu, tepatnya sejak tahun 2013, Cak Oyong bertugas sebagai pegawai konservasi di Dinas Perikanan Kabupaten Jember.

EDUKASI: Tak hanya aktif bersama anggota komunitasnya, Cak Oyong juga menggandeng komunitas ibu-ibu untuk memberikan edukasi pengelolaan sampah.

Ketika menjadi pegawai konservasi itu, Cak Oyong giat melakukan pendampingan penangkaran tukik atau anak penyu, kemudian melepaskan tukik-tukik ke alam liar secara berkala bersama masyarakat yang dibinanya.

Suatu ketika, sekira pertengahan 2018, Cak Oyong menemukan dua penyu mati menepi di pantai yang ada di Kecamatan Gumukmas, Kabupaten Jember. Diduga, penyu tersebut mati karena terlalu banyak menelan sampah. Sebab, saat dibelah, di kedua perut penyu terdapat sampah plastik.

Saat itulah Cak Oyong berpikir bahwa apa yang dilakukannya terasa sia-sia apabila ternyata tukik-tukik yang dilepasnya ke alam liar akan mati karena sampah. "Kemudian saya berpikir harus mengubah kesadaran masyarakat dengan cara sosialiasi," tutur Cak Oyong.

PEDULI: Anggota komunitas Sobung Sarka saat foto bersama. Mereka tetap konsisten untuk peduli dengan kondisi sampah.

Dua pengalaman penting itu sudah cukup membuat Cak Oyong terdorong untuk melakukan edukasi kepada masyarakat tentang dampak buruk sampah dengan cara yang baru. Tanpa pikir panjang, ia mulai belajar secara otodidak melalui internet serta mengikuti pelatihan-pelatihan mengenai pengelolaan sampah.

Setelah cukup memahami konsep pengendalian sampah, mulailah Cak Oyong melakukan sosialisasi gaya hidup nol sampah atau biasa dikenal zero waste ke berbagai kalangan. Sasarannya mulai dari sekolah hingga komunitas masyarakat.

Semula, kegiatan yang dilakukannya tak memiliki nama. Sebab, pada saat itu sosialisasi yang dilakoninya belum berbentuk komunitas dan Cak Oyong masih bergerak seorang diri melakukannya.

Setelah sering mendapatkan pertanyaan dari mana Cak Oyong berasal, akhirnya, pada 29 April 2019, Cak Oyong membuat akun instagram kampanye bernama Sobung Sarka. Maka tanggal tersebut ditetapkan momen berdirinya komunitas sekaligus gerakan Sobung Sarka. Komunitas ini bermarkas di kediaman Cak Oyong di Jl. Letjen S. Parman nomor 54 Kali Oktak, Karangrejo, Kecamatan, Sumbersari, Kabupaten Jember.

Di tahun 2019, gerakan Sobung Sarka semakin dikenal luas dan mendapatkan sambutan positif dari masyarakat. Tak jarang, Cak Oyong diminta sebagai pembicara oleh instansi maupun komunitas serupa untuk berbagai ilmu tentang zero waste.

Mengetahui gerakannya mendapat sambutan positif, Cak Oyong selaku penggagas gerakan Sobung Sarka sekaligus kordinator belajar Zero Waste Indonesia, terus mengembangkan gerakanya dan mengajak 6 rekanya untuk bergabung bersamanya.

Tercatat, hingga Januari 2020 lalu sudah ada 6 orang temannya dengan visi-misi yang sama bersedia bergabung menjadi pengelola di Sobung Sarka. "Enam rekan yang membantu itu, punya keahlian masing-masing perihal zero waste," ujar Cak Oyong yang sehari-harinya kini bekerja sebagai ASN di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Jember.

Hingga saat ini, komunitas Sobung Sarka memiliki berbagai macam kegiatan rutinan. Ada  pelatihan, pendampingan, pengelolaan, educamp, dan event zero waste.

Pelatihan yang diselenggarakan beragam. Mulai dari pelatihan pembuatan sabun dan lilin dari minyak curah, pelatihan pembuatan ecoenzym dari buah busuk dan potongan sayur, pembuatan pupuk organik, serta pelatihan membuat kerajinan daur.

Selain kalangan pelajar, peserta yang didampingi komunitas Sobung Sarka banyak didominasi oleh ibu rumah tangga. Sebab, ibu rumah tanggah salah satu unsur pemegang kunci pengendalian sampah. Oleh karena itu, Sobung Sarka concern membina komunitas ibu rumah tangga.

Cak Oyong pun membuka pintu lebar bagi siapapun yang ingin belajar di Sobung Sarka. Sebab  menurutnya, pengendalian sampah merupakan tanggung jawab bersama. "Selama setiap individu belum bertanggung jawab terhadap sampahnya sendiri, selama itulah pengendalian sampah yang diharap-harapkan akan semakin sulit dicapai," katanya. (as/why)


Share to