Tantangan Perpusda Bangun Budaya Literasi di Jember

Dwi Sugesti Megamuslimah
Dwi Sugesti Megamuslimah

Tuesday, 14 Nov 2023 17:59 WIB

Tantangan Perpusda Bangun Budaya Literasi di Jember

LITERASI: Salah satu pengunjung di Perpusda Jember.

JEMBER, TADATODAYS.COM - Bagaimana menjadikan literasi sebagai sebuah budaya? Jawabannya adalah harus dimulai dari lingkungan atau komunitas terdekat, dalam hal ini adalah keluarga. Membangun budaya literasi, juga menjadi tantangan yang harus dijawab oleh Perpustakaan Daerah (Perpusda) Jember.

Soal minat baca, Indonesia masih masuk ranking rendah. Hal itu dibuktikan dengan hasil survei terakhir yang digagas oleh UNESCO. Hasilnya menampilkan fakta bahwa indeks minat baca di Indonesia hanya mencapai 0,001 persen. Artinya, dari 1.000 orang hanya 1 yang minat membacanya baik.

Bahkan dalam riset bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State University (CCSU) pada Maret 2016, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Indonesia kalah dari negara tetangga, seperti Malaysia, Vietnam, Singapura dan Thailand.

Budaya literasi masih menjadi hal yang sulit diwujudkan. Bahkan sekelas literasi dasar yang mencakup baca, tulis, hitung (calistung) pun penerapannya masih belum maksimal. Selain peran keluarga, leading sector yang lain juga harus berjalan beriringan.

Adanya perpustakaan daerah (perpusda) menjadi salah satu bentuk nyata dukungan pemerintah untuk meningkatkan budaya literasi di daerah masing-masing.

Kepala Perpusda Jember Achmad Imam Fauzi saat ditemui tadatodays.com mengatakan, adanya perpustakaan daerah menjadi suatu harapan baru dalam pemenuhan literasi bagi masyarakat serta generasi yang akan datang.

"Perpustakaan dibutuhkan sebagai cerminan jejak pemikiran para pendahulunya, karena pertempuran sebenarnya dari perpustakaan itu adalah mewujudkan kebebasan berpikir bagi semua pihak," katanya sambil meminum secangkir kopi hitam di hadapannya.

Fauzi berpendapat, lemahnya literasi disebuah daerah akan berdampak bagi banyak sektor. Baik sektor ekonomi, kesehatan bahkan sampai sektor sosial lain. "Indeks literasi lemah juga menjadi faktor penyumbang tingginya stunting di Jember. Selama ini, hal itu masih sering luput dari pantauan pemerintah," imbuhnya

NYAMAN: Suasana di dalam Perpusda Jember.

Hal itu pula yang membuat pihaknya terus berupaya menumbuhkan minat baca dan literasi, khususnya bagi masyarakat Jember. Salah satunya dengan memaksimalkan layanan perpustakaan keliling melalui sekolah-sekolah.

Fauzi berharap, pemerintah Jember mampu melihat hal ini sebagai masalah serius yang butuh untuk segera ditangani. "Semakin cerdas rakyatnya, semakin maju negaranya. Pemerintah harus berusaha meningkatkan minat membaca publik, karena salah satu mandat Undang-undang adalah mencerdaskan anak bangsa,” ujar Fauzi

Sampai saat ini Perpusda Jember memiliki dua bus dan 4 mobil Hiluxe untuk melayani perpustakaan keliling di sekolah dan instansi pendidikan di seluruh kota Jember. Jumlah sekolah di Jember sendiri kurang lebih ada 2134 sekolah yang terdiri dari jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP/sederajat), dan Sekolah Menengah Umum (SMA/Sederajat).

Sedangkan setiap harinya, tidak kurang dari 70 sekolah yang mengajukan pemenuhan layanan perpustakaan keliling dari perpusda.

Dari angka ini terlihat bahwa adanya perbedaan yang cukup siginifikan antara kemampuan pelayanan perpusda dengan permintaan dan kebutuhan layanan oleh sekolah-sekolah yang ada di Jember. Fauzi mengaku pihaknya tidak mampu sepenuhnya melayani lantaran keterbatasan sumberdaya manusia serta minim anggaran.

"Jujur saja kami kuwalahan jika harus memenuhi semua panggilan mbak, sarana prasarananya cuma itu, belum lagi SDM juga kurang. Kalau harus ke 70 sekolah tiap hari ya nggak mampu, baik SDM, juga bengkak di operasionalnya," kata Fauzi sambil terkekeh.

KELILING: Armada perpustakaan keliling milik Perpusda Jember.

Kendati demikian, pihaknya terus mengupayakan secara maksimal pemenuhan pelayanan perpustakaan keliling itu. Sebab, hal tersebut menjadi upaya awal yang bisa dilakukannya untuk membentuk iklim literasi yang harapannya nanti akan mampu menjadi sebuah budaya di Kota Tembakau ini. "Literasi masih menjadi sebatas kebutuhan untuk pemenuhan eksistensi, tapi belum menjadi budaya," lanjutnya.

Sementara itu, PR besar lain yang mesti digarap Fauzi untuk menjadikan literasi sebagai budaya adalah kenyamanan pengunjung.

Vina Imtifadah, salah satu pengunjung Perpusda Jember mengaku kesulitan saat hendak mencari buku yang ingin dibacanya. Ia mengaku penataan yang kurang rapi membuatnya harus menghabiskan lebih banyak waktu untuk berkeliling. Banyak buku lama juga menjadi keluhannya.

"Kurang rapi aja ya. Soalnya, buku-bukunya kadang nggak ditata sesuai diklasifikasi. Jadi butuh waktu agak lama buat carinya. Terus, bukunya juga banyak yang lama dan kurang update. Kayaknya perpusda perlu pembaruan deh," kata mahasiswa Ilmu Komunikasi itu. (dsm/why)


Share to