Teh Mawar & Mawar Tebar dari Desa Karangpring

Imam Wahyudi
Imam Wahyudi

Sunday, 12 Sep 2021 09:03 WIB

Teh Mawar & Mawar Tebar dari Desa Karangpring

TEH MAWAR: Produk teh mawar dari Desa Karangpring. Aroma khas, kaya manfaat untuk merawat kesehatan. Produk ini sudah dipasarkan ke berbagai daerah dan negara.

BILA berkunjung ke Desa Karangpring di Kecamatan Sukorambi, Kabupaten Jember, anda bisa menikmati pemandangan romantis. Di kanan - kiri jalan sepanjang perjalanan, terhampar kebun mawar dengan bunga-bunga merona merah. Ya, inilah Desa Karangpring, di mana penduduk desanya banyak membudidayakan bunga mawar, terutama mawar merah. Sawah-sawah yang dulunya ditanami padi dan jagung, sudah banyak dialihkan menjadi kebun mawar.

Setiap hari bunga mawar di Desa Karangpring dipanen, lalu dijual sebagai bunga untuk ditabur saat nyekar di makam.  Hasil berjualan mawar ternyata lebih menjanjikan dibandingkan hasil bertanam padi dan jagung. Namun, mawar di Desa Karangpring tidak hanya dijual untuk dijadikan bunga nyekar. Ada warga desa setempat yang sengaja mengolah bunga mawar menjadi teh mawar, nugget mawar, bahkan pomade mawar.  

Hidayatullah (30), adalah salah satu warga Desa Karangpring yang berbudidaya mawar. Saat ditemui pada Sabtu (28/8/21) lalu, Hidayatullah bercerita bahwa perintis budidaya bunga mawar di Desa Karangpring adalah almarhum mbahnya yang bernama Muryani, dari Dusun Pakel.

NIKMAT BERKHASIAT: Teh mawar  yang tidak hanya nikmat diseduh, tetapi juga memiliki banyak khasiat untuk merawat kesehatan tubuh.

Sebelum tahun 1990-an, Mbah Muryani sudah menanam mawar. Setiap pagi, mawar dipanen, lalu dijual ke Pasar Tanjung dan Pasar Gebang. Bunga mawar dijual untuk memenuhi kebutuhan orang-orang yang hendak nyekar ke makam. “Di tahun-tahun itu, Mbah Muryani masih menjual bunga mawar yang dibungkus dengan daun pisang dan dibentuk kotak-kotak,” kata Hidayatullah.  

Hasil dari berkebun dan menjual mawar yang dilakukan Mbah Muryani ternyata lebih menjanjikan ketimbang hasil menanam padi. Alhasil, saudara-saudara Mbah Muryani dan para tetangga ikut berbudidaya mawar. “Sampai sekarang di keluarga saya ini semuanya punya kebun mawar sendiri-sendiri,” ujar Hidayatullah.

Saat ini disebutkan ada sekitar 50 hektare lahan tertanam mawar di lima dusun yang ada di Desa Karangpring. Hidayatullah menegaskan, hasil dari mawar memang lebih menjanjikan. Bapak satu anak ini kemudian merinci, dalam satu tahun setidaknya ada 4 momen yang bisa diandalkan para petani mawar untuk meraih hasil besar.  

Momen pertama ialah jimbengan atau hari besarnya orang Tionghoa, yang biasa jatuh pada bulan April. Bila tiba masa jimbengan, mawar dari Karangpring paling banyak terjual. Bahkan harga jualnya mencapai angka tertinggi, yaitu Rp 100 -  200 ribu per kresek. Perlu diketahui, satu kresek bisa berisi sampai 300 biji bunga mawar.  

Momen kedua disebut penampan, atau hari-hari menjelang ramadan. Di masa itu, ramainya tradisi nyekar membuat mawar dari Karangpring laku keras. Bahkan tengkulak dari banyak daerah biasa datang langsung ke Karangpring untuk kulak mawar merah. 

Momen ketiga yaitu hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Empat hari sebelum hari raya Idul Fitri, mawar dari Karangpring juga laku keras karena ada tradisi nyekar.  

Sedangkan momen keempat ialah ada setiap bulan, yaitu setiap Jumat legi. “Sehari sebelum Jumat legi, mawar laku keras dengan harga jual mencapai 50 ribu per kresek,” kata Hidayatullah yang saat ditemui mengenakan kaos warna hitam.

Hidayatullah sejatinya seorang sarjana teknik mesin. Ia lulus kuliah tahun 2014 lalu. Setelah lulus, ia buka bisnis kuliner martabak Podo Moro di kota Jember. Sampai saat ini, Hidayatullah sudah punya dua lapak martabak Podo Moro. Lapak pertama berlokasi di Jalan Mastrip. Sedangkan cabangnya ada di Jalan Karimata.

Berjualan martabak dilakukan Hidayatullah pada sore hingga malam hari. Sedangkan pada pagi sampai siang, Hidayatullah bertani. Pada tahun 2015, setengah hektare sawah padi milik Hidayatullah dialihkan menjadi kebun mawar merah. Ia pun merasakan keuntungan lebih dari bertanam mawar dibandingkan bertanam padi disela jagung.  

Hidayatullah meraih hasil menjanjikan dari puluhan ribu batang mawar merah yang ditanam di setengah hektare lahan miliknya. Hasil menjanjikan dari bertanam bunga mawar membuat warga Desa Karangpring pada tahun 2000-an banyak bermigrasi dari bertani padi menjadi petani bunga mawar.

Menurut Hidayatullah, bertani mawar di Desa Karangpring lebih menjanjikan dibanding bertani komoditi lain, misalnya padi. Sebab pertama, Desa Karangpring yang terletak di dataran tinggi, memiliki suhu tidak terlalu dingin, yang merupakan suhu ideal untuk tanaman bunga mawar. Kedua, karena tanaman mawar relatif aman dari hama.  

Berikutnya, kata Hidayatullah, menanam mawar dalam 4 bulan sudah bisa berbunga. Tanaman mawar bisa berbunga setiap hari tanpa mengenal musim. Setelah berusia 10 tahun, tanaman bunga mawar baru perlu diperbarui.  

Dari aspek usaha, Hidayatullah memastikan hasilnya lebih menjanjikan. Ia kemudian mencontohkan setengah hektare kebunnya, setiap hari dipanen separo bagian saja bisa menghasilkan 15 sampai 20 kresek. Di hari-hari biasa, bunga mawar untuk nyekar itu dijual dengan harga 10 ribu per kresek. Jadi, dalam sehari, setidaknya sudah ada pendapatan Rp 150 ribu.

Sedangkan perawatan bunga mawar sangat murah. Hanya membutuhkan sedikit pemupukan dan di-treatment bila ingin menaikkan produksi bunganya. “Kalau di-treatment, yaitu dipupuk dan diproning, hasilnya bisa sampai 3 kali lipat,” terang Hidayatullah.   

Hidayatullah kemudian membuat komparasi. Pada setengah hektare sawah produktif jika ditanami padi akan menghasilkan sekitar 2,2 ton setiap panen. Bila dijual, akan didapat hasil sekira Rp 7,29 juta. Dalam setahun, sawah bisa ditanami padi dua kali. Jadi, petani padi bisa menghasilkan 14 juta rupiah.

Lalu, selama jeda antara dua masa tanam padi biasanya petani menanam jagung di lahannya. Jadi bila bila ditotal dari dua kali menanam padi dan jagung dalam setahun untuk lahan setengah hektare menghasilkan maksimal Rp 20 juta. Sedangkan dari lahan dengan luasan sama, jika ditanami mawar, menurut Hidayatullah, untuk satu kali penampan atau menjelang Ramadan, bisa menghasilkan sampai Rp 30 juta. “Itu hanya untuk satu musim penampan lho,” kata Hidayatullah.

PEMBUDIDAYA: Hidayatullah (kiri) membudidayakan mawar merah untuk nyekar. Sedangkan Sukron mengolah mawar merah menjadi produk teh.

Teh Mawar Berawal Tugas Kuliah

BUNGA mawar dari Desa Karangpring tidak hanya jadi dijual untuk bunga tabur saat nyekar. Bunga mawar ternyata juga bisa dikonsumsi. Caranya, mawar diolah menjadi teh, bahkan nugget. Selain itu, bunga mawar juga bisa diolah menjadi pomade atau minyak untuk rambut.  

Pada Oktober 2018 lalu, Desa Karangpring bahkan sudah mendapat penghargaan dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat  Provinsi Jawa Timur. Desa Karangpring mendapat predikat sebagai Desa Prakarsa dan Inovatif Terbaik di Provinsi Jatim.  

Predikat tersebut diberikan berkat inovasi pemanfaatan bunga mawar yang semula hanya dipakai untuk tabur makam,  berhasil menjadi komoditas dengan nilai jual lebih. Tepatnya, mawar diolah menjadi teh, nugget, hingga pomade.

Nah, pemrakarsa inovasi tersebut adalah Sukron, seorang warga Desa Karangpring. Mulanya, saat masih mahasiswa di Universitas Islam Jember (UIJ), Sukron mendapat tugas program kreatif mahasiswa atau PKM. Dengan tugas itu, Sukron harus membuat inovasi dari lingkungan terdekat. Karena melihat bunga mawar di desanya melimpah, Sukron berpikir keras mengolahnya menjadi produk teh.

Dalam menjalankan PKM itu, Sukron diharuskan menjalankan KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Desa Karangpring. Di saat dan lokasi yang sama, ternyata ada juga KKN dari Universitas Jember (Unej). Hasilnya, KKN Unej lebih dulu datang dan melahirkan produk sirup mawar. “Kemudian kami saling sharing. Mereka menghasilkan sirup. Sedangkan gagasan saya teh mawar. Jadi, kami berkolaborasi,” kata Sukron.  

Sirup mawar sudah jadi, teh mawar juga jadi. Produk itu lantas dibawa ke pemerintah desa dan kecamatan. Semua suka,  sehingga para mahasiswa KKN itu diberi kesempatan membawa produk  tersebut ke pendapa bupati. Hasilnya mengejutkan, ternyata bupati suka. “Ini (teh mawar, red) harus ada di pendapa setiap hari,” kata Sukron menirukan permintaan dari pihak pendapa bupati di tahun 2017 itu.  

Setelah fase KKN, Sukron meneruskan produksi teh mawar. Bahkan kemudian ada pengembangan menjadi produk nugget mawar dan pomade mawar.

Teh bunga mawar tidak hanya khas karena memiliki aroma mawar, tetapi juga memiliki khasiat untuk kesehatan.  Bunga mawar mengandung polifenol, yaitu zat yang mampu menurunkan tekanan darah, sekaligus memperlancar peredaran darah dan menghilangkan bau badan. Selain itu, mawar juga memiliki kandung vitamin c yang penting untuk meningkatkan daya tahan tubuh.

“Jadi, kita tidak hanya jual rasa, tetapi juga khasiat,” katanya berpromosi.  Bahkan kandungan bunga mawar juga bisa menjadi herbal untuk menurunkan berat badan.

Soal pemasaran, mulanya Sukron mengandalkan offline saja. Tetapi, respons masyarakat masih minim. Setelah itu berkat liputan oleh banyak media, teh mawar produk Sukron terkenal. Sukron pun mendapat pesanan dari banyak daerah di Indonesia, bahkan dari luar negeri. “Malaysia itu sampai repeat order. Cuma, kalau untuk memenuhi pesanan dari luar negeri itu saya masih terkendala cukai,” terangnya.

Sukron berharap, teh mawar juga bisa menjadi ikon Jember, selain tembakau dan edamame. “Karena mawar yang ada di Desa Karangpring ini terbesar di Asia Tenggara,” kata Sukron.  (why/as)


Share to