Toko Roti Sentral, Kuliner Legendaris Berusia 96 Tahun di Jember yang Tetap Eksis

Dwi Sugesti Megamuslimah
Dwi Sugesti Megamuslimah

Wednesday, 24 Jan 2024 13:13 WIB

Toko Roti Sentral, Kuliner Legendaris Berusia 96 Tahun di Jember yang Tetap Eksis

LEGENDARIS: Etalase toko roti dan kue Sentral di Jalan Sultan Agung 47, Kepatihan, Kabupaten Jember.

JEMBER, TADATODAYS.COM - Kuliner jaman dulu (jadul) yang mampu bertahan eksis di masa kini, selalu memiliki sisi menarik. Bukan hanya identik dengan citarasa klasik, jajanan jadul mampu membawa kenikmatan rasa, dan membuka pintu nostalgia. Inilah toko roti Sentral, sebuah toko roti legendaris yang telah berdiri sejak 1928 di Jember.

Toko roti Sentral berhasil mempertahankan resep warisan kuliner dari generasi ke generasi hingga saat ini.

DEPAN: Tampak depan toko roti dan kue Sentral. 

Sesuai namanya, toko roti dan kue Sentral berlokasi di tengah Kota Jember. Toko roti yang wajib masuk list jajaran kuliner legend itu tepatnya di Jalan Sultan Agung nomor 47, Tembaan, Kepatihan, Kecamatan Kaliwates, Kabupaten Jember. Toko itu sudah berdiri hampir satu abad lamanya.

Hendra Tirta Wijaya, yang merupakan generasi ketiga yang mewarisi toko roti Sentral dari keluarganya. Ia setia mempertahankan resep turun temurun.

Dahulu, toko roti ini beroperasi di Jalan Gatot Subroto. Namun, pada tahun 1940-an, mereka memutuskan untuk beralih ke lokasi yang lebih strategis di tepi jalan raya hingga sekarang.

Begitu melangkah ke dalam toko, pembeli seolah dibawa bernostalgia dengan suasana interior dan arsitektur klasik bersejarah yang tetap dijaga dengan baik.

Dalam wawancara dengan tadatodays.com, Selasa (23/1/2024) sore, Hendra mengungkapkan bahwa proses persiapan dan produksinya masih mengandalkan alat-alat kuno dengan sumber daya terbatas. Salah satu elemen utama adalah penggunaan tungku pembakaran yang telah bertahan sejak dulu. Bentuknya pun tetap, tidak berubah hingga saat ini.

PEMBAKARAN: Tungku pembakaran roti yang masih menggunakan bahan kayu bakar milik toko roti dan kue Sentral.

“Kami masih pakai kayu bakar dan peralatan masih minim. Semuanya asli seperti yang dipakai dulu, mungkin ada beberapa pembaruan untuk barang yang sudah usang,” kata Hendra sembari memasukkan kayu ke dalam tunggu pembakaran.

Proses produksi yang masih manual ini dalam sehari mampu mengolah 15 kilogram adonan. Terdiri dari tepung, telur, dan gula menjadi roti nikmat yang siap santap.

Dari adonan itu bisa menghasilkan 200 biji roti dengan berbagai jenis. Mulai dari roti kismis, coklat, kacang, selai nanas, roti gula, tawar, sisir dan bluder.

Harga rotinya pun masih bersahabat untuk sekelas kuliner legendaris. Mulai Rp 5.000 sampai Rp 13.000 saja. Murah bukan? Penikmatnya kebanyakan adalah orang-orang paro baya. Namun, anak muda juga perlu merasakan keunikan roti yang sudah eksis dari tahun Sumpah Pemuda ini.

"Dibandingkan dengan roti modern, tekstur roti jadul lebih kasar, pemakaian kayu bakar membuatnya ada aroma smoky (berasap), tapi rotinya tetap empuk dan cita rasa yang khas," jelas Hendra.

Toko yang menginjak usia 96 tahun itu terus mempertahankan warisan dan keunikan yang mulai jarang ditemui. “Metode yang lama ini warisan, sekarang bisa dibilang langka untuk roti kuno, dan akan tetap seperti itu,” kata Hendra sambil tersenyum dan mengakhiri percakapan. (dsm/why)


Share to