Ada Biogas dari Pabrik Tahu, Tak Terdampak Kelangkaan Elpiji

Mochammad Angga
Mochammad Angga

Tuesday, 01 Aug 2023 17:15 WIB

Ada Biogas dari Pabrik Tahu, Tak Terdampak Kelangkaan Elpiji

OWNER: Ahmad Sidiq, pemilik pabrik tahu Proma di Jalan Lumajang, Kelurahan Kedungasem Kecamatan Wonoasih, Kota Probolinggo.

Pada saat gas elpiji subsidi dalam tabung 3 kilogram atau elpiji “melon” susah didapatkan, ada sejumlah warga yang tetap nyaman-nyaman saja memasak setiap hari menggunakan bahan bakar biogas. Inilah pemanfaatan biogas, hasil pengolahan limbah pabrik tahu ”Proma” di Kota Probolinggo.

--------------------

JARUM jam menunjukkan pukul 11.30 WIB pada Senin (31/7/2023) itu. Sebuah papan besar terpasang diatas fasad bangunan, dengan tulisan "PROMA". Itulah penanda lokasi pabrik tahu yang terletak di Jalan Lumajang RT 02 - RW 07, Kelurahan Kedungasem, Kecamatan Wonoasih, Kota Probolinggo.

Proma adalah akronim dari Probolinggo-Malang. Kata tersebut memiliki arti tersendiri bagi Ahmad Sidiq, sang pemilik pabrik tahu. Ia belajar mengolah tahu di Malang, kemudian membuka produksinya di Probolinggo.

PEMANFAAT: Ernawati, salah satu warga pemanfaat biogas hasil pengolahan sampingan dari pabrik tahu Proma.

Saat dikunjungi tadatodays.com saat itu, Ahmad Sidiq tampak seksama mengamati beberapa pegawainya bekerja di balik sekat pemisah, antara kantor dan tempat produksi. Ada pengawai yang memotong tahu, ada yang menyaring cairan tahu. Ada pula beberapa orang agen yang datang dan menunggu untuk mengambil tahu. Pemandangan ini menandakan proses produksi hari itu sudah selesai.

Abah Sidiq, begitu ia biasa disapa, mengenakan baju polo hitam dan topi model breton hat. Pria 58 tahun tersebut kemudian mempersilahkan jurnalis tadatodays.com masuk dan menunjukkan sistem pengolahan limbah cair pabriknya menjadi biogas.

"Alhamdulillah, ini adalah kerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup Kota Probolinggo dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) ada program pengolahan limbah menjadi biogas," ucap pria berkulit coklat itu.

Saat ini situasi pelik dihadapi sebagian orang untuk mendapatkan gas elpiji 3 kilogram atau elpiji melon. Harga ecerannya juga melambung tinggi. Dari biasanya Rp 19 ribu menjadi Rp 26 ribu di toko kelontong.

Namun, situasi tersebut tidak berlaku bagi 25 orang di kawasan pabrik tahu Proma. Sebab, mereka telah memanfaatkan biogas dari pabrik tahu Proma sejak 2014 lalu. Biogas dari pabrik tahu mengalir lancar ke 25 rumah untuk dipakai memasak setiap hari.

Abah Sidiq yang menjadi ketua Kelompok Swadaya Masyarakat itu mengatakan, biogas dari pabriknya dimanfaatkan oleh 25 warga di sekitar pabrik. Sebelum pandemi Covid-19 dan pembangunan Jembatan Kedungasem, katanya, pengguna biogas mencapai 46 rumah. Penurunan terjadi seiring penurunan produksi tahu.

Dalam pengolahan tahu ada limbah cair dan padat. Sebelumnya, dua limbah itu menumpuk dan terbuang sia-sia. Ampas padat ini tidak digunakan, melainkan limbah cairnya. Perkembangan zaman menuntut modernisasi teknologi, seperti yang dilakukan DLH dengan mengelola limbah tahu tersebut. Tetapi DLH sempat gagal saat mengolah limbah. Karena itu, DLH bekerjasama dengan BPPT untuk mendatangkan seorang ahli dan konsultan guna mengurangi dampak lingkungan.

"Kalau produksinya banyak, maka hasil biogas juga otomatis banyak. Sebaliknya, jika produksi menurun, hasilnya juga menurun," papar Abah Sidiq.

Bertengger di pojok ruangan sebelah timur ruangan, terdapat sebuah tabung fiber berwarna hijau lumut berukuan 27 meter kubik. Tabung penampungan itu berisi biogas yang siap dialirkan ke rumah-rumah warga.  

Proses pengolahan limbah menjadi biogas itu berawal dari pengolahan tahu berupa ampas cair yang masuk ke tempat penampungan di tanah dengan kedalaman 4 meter. Di dalamnya ada bambu sebagai tempat tinggal bakteri pengolah tersebut. Kemudian bakteri bereaksi untuk mengolah menjadi biogas. Biogas itu kemudian masuk ke dalam tabung fiber.

Menurut Abah Sidiq, saat puncak produksi biogas, para pengguna bisa menggunakan sampai seharian. Namun kali ini, pengunaan terbatas waktu. Mulai pagi hingga siang. Demikian juga ada beberapa orang yang menggunakan elpiji, tetapi tidak dipergunakan sepenuhnya kecuali terdapat acara besar.

Hal itu pula yang dirasakan Ernawati, seorang ibu rumah tangga dalam memanfaatkan biogas. Perempuan berusia 44 tahun ini bersyukur dapat mengirit pengeluaran. Pun demikian, karena tekanan daya rendah biogas tersebut dapat terbilang aman.

Saat ditemui di kediamannya, Ernawati mengaku tidak terdampak kelangkaan elpiji. Sebab, ia telah menggunakan biogas sejak awal pemanfaatannya.

"Bayarnya Rp 30 ribu kepada Abah Sidiq. Rp 15 ribu untuk ditabung yang akan dikeluarkan ketika Hari Raya Idul Fitri. Rp 15 ribu lainnya untuk perawatan mesin dan alat biogas," terang Ernawati.  (agg/why)


Share to