Data LP2B Jember Diduga Tak Sinkron, LBH MKN Desak DPRD Gelar Hearing Lanjutan

Dwi Sugesti Megamuslimah
Dwi Sugesti Megamuslimah

Friday, 15 Aug 2025 18:42 WIB

Data LP2B Jember Diduga Tak Sinkron, LBH MKN Desak DPRD Gelar Hearing Lanjutan

Ketua LBH Mitra Kawula Nusantara Puji Muhammad Ridwan

JEMBER, TADATODAYS.COM - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mitra Kawula Nusantara (MKN) mendesak DPRD Jember, khususnya Komisi B, mengusut dugaan ketidaksesuaian data Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) di Kabupaten Jember. LBH MKN juga meminta hearing lanjutan dengan menghadirkan dinas terkait serta membawa data lengkap.

Desakan ini disampaikan Ketua Umum LBH MKN, Puji Muhammad Ridwan, usai mengikuti hearing bersama Komisi B pada Kamis (14/8/2025) kemarin. Menurutnya, pihaknya sudah dua kali bersurat ke Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Jember untuk meminta data LP2B secara detail, namun tidak pernah direspons.

“Dalam hearing tadi, dinas malah mengaku tidak memiliki data mekanisme teknis jika LP2B berkurang atau bertambah,” ujarnya saat ditemui, Jumat (15/8/2025) sore.

Puji menilai, terdapat kontradiksi serius antara Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2015 dan tiga Surat Keputusan (SK) Bupati Jember yang terbit pada 2022, 2024, dan 2025.

Perda menetapkan luas minimal LP2B sebesar 101.603 hektare. Namun, SK Bupati 2022 dan 2024 hanya mencatat 86.358 hektare. SK terbaru yang terbit pada 6 Agustus 2025 bahkan kembali berbeda, dengan dua kecamatan tidak masuk daftar.

“Perda menyebut 101 ribu hektare, tapi SK Bupati malah lebih kecil. Aturan jelas, peraturan di bawah tidak boleh bertentangan dengan yang di atasnya,” tegasnya.

Berdasarkan data perbandingan LBH MKN, ada 20 kecamatan yang mengalami pengurangan luas LP2B dan 11 kecamatan yang bertambah antara SK 2022 dan SK 2024. Pengurangan terbesar terjadi di Gumukmas (653,65 hektare) dan Sumbersari (609,24 hektare). Sebaliknya, penambahan terbesar ada di Silo (1.032,03 hektare) dan Sumberjambe (944,59 hektare).

Puji mempertanyakan mekanisme perubahan tersebut. “Ada SK Menteri yang mengatur mekanisme penambahan dan pengurangan LP2B, tapi di Jember dinasnya tidak bisa menjelaskan. Aneh, karena perubahannya terlalu cepat dan signifikan hanya dalam dua tahun,” katanya.

LBH MKN menyoroti dampak hilangnya LP2B terhadap produksi pangan dan perekonomian warga. Mengacu data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), setiap hektare lahan menghasilkan rata-rata 5,1 ton Gabah Kering Giling (GKG).

Hilangnya 15.244,22 hektare LP2B (versi SK 2024) berarti potensi kehilangan produksi mencapai 77.745 ton GKG per tahun, setara kebutuhan beras untuk 18 juta jiwa.

Selain hearing lanjutan, LBH MKN membuka peluang membawa persoalan ini ke ranah hukum. “Dalam UU LP2B ada sanksi administrasi dan pidana bagi pelanggaran alih fungsi lahan. Kalau perlu, akan kita dorong penegakan hukumnya,” tutur Puji.

“Intinya, kita ingin memperjelas angkanya dan mengembalikan fungsi LP2B seperti diatur dalam Perda, agar lahan pertanian tidak terus-terusan beralih fungsi menjadi perumahan atau industri,” ujarnya. (dsm/why)


Share to