Kasus Kekerasan di SD Jember: Korban Trauma, Penanganan Lambat
Dwi Sugesti Megamuslimah
Thursday, 09 Jan 2025 15:34 WIB
LBH Bolo Syaif Pertanyakan Status KLA Jember
JEMBER, TADATODAYS.COM - Kasus kekerasan terhadap seorang siswa kelas 2 di sebuah SD swasta ternama di Jember terus menjadi sorotan. Kekerasan yang terjadi sejak 28 Agustus 2024 ini belum menemui penyelesaian. Korban mengalami trauma, hingga kini masih takut kembali ke sekolah.
Sebelumnya, seorang siswi menjadi korban kekerasan oleh teman di lingkungan sekolahnya. Tindakan ini berdampak serius secara fisik dan psikologis. Korban dilaporkan mengalami ketakutan mendalam hingga tidak berani kembali ke sekolah
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bolo Syaif yang mendampingi korban telah melaporkan kasus ini kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Jember, Komisi D DPRD Kabupaten Jember, dan Polres Jember. Namun, hingga kini belum ada tindakan nyata yang memberikan keadilan bagi korban.
Ketua LBH Bolo Syaif Novi Kusuma Wardana menerangkan bahwa pihaknya sempat melakukan hearing dengan Komisi D DPRD Jember. Hasilnya, kata dia, pihaknya menuntut agar selama proses belajar mengajar posisi korban dan terduga pelaku dibalik.
“Selama ini, korban yang melakukan sekolah daring. Kami kemarin meminta agar posisinya dibalik. Terduga pelaku yang sekolah daring, dan korban pembelajarannya tatap muka. Kami melakukan itu karena merasa sampai hari ini penyelesaian dai sekolah masih jauh dari ketentuan yang diatur dalam Peraturan menteri nomor 4,” ungkapnya, Kamis (9/1/2025).
Namun, pada pelaksanaannya, korban diminta untuk datang ke sekolah dan bertatap muka dengan terduga pelaku hanya dengan didampingi oleh dua orang psikolog dan guru pendamping. Pihaknya menilai sekolah tidak serius dan terkesan menutup-nutupi kasus tersebut. “Padahal selama proses berlangsung, korban dan terduga pelaku ini mesti dipisah dan tidak dibiarkan bertemu karena dikhawatirkan menimbulkan trauma,” jelas Novi.
Lebih lanjut, hal itu juga yang membuat pihak LBH Bolo Syaif mempertanyakan predikat Kabupaten Layak Anak (KLA) Kabupaten Jember yang saat ini tengah berstatus Nindya. “Dengan status Jember yang katanya sudah KLA, tapi penanganan kasus seperti ini masih terkesan lamban sekali. Tidak mungkin predikat itu tiba-tiba ada. Harusnya status itu dipertahankan dan ditingkatkan dengan kinerja nyata,” jlentrehnya.
Menurut Divisi Perempuan dan Anak LBH Bolo Saif Faradila Sari, dari kasus ini menunjukkan kurangnya perhatian dari berbagai pihak. “Pihak sekolah terlihat menutup-nutupi kasus ini, sementara pemerintah daerah lamban dalam menangani. Korban yang mengalami trauma belum mendapat perlindungan yang layak,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum Rumah Aspirasi Jember Imam Taufik, yang tergabung dalam Aliansi Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, mengecam lambannya penanganan kasus ini. “Jika Dinas Pendidikan Jember tidak segera bertindak, kami akan menggelar aksi massa untuk mendesak penyelesaian yang adil,” tegasnya.
Pandangan serupa juga disampaikan oleh Alfianda Mariawati dari Koalisi Perempuan Indonesia Jember. Ia menyatakan keprihatinannya terhadap dunia pendidikan di Jember. “Dunia pendidikan seharusnya menjadi tempat yang aman bagi anak-anak. Institusi yang melindungi kekerasan atau abai terhadap perlindungan anak harus disadarkan,” ujar Alfianda.
Penanganan kasus ini terhambat oleh ketidaksiapan pihak sekolah dan lambannya tanggapan dari Dinas Pendidikan serta aparat penegak hukum. Padahal, kasus kekerasan terhadap anak sudah diatur dalam Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023, yang mengharuskan pembentukan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di tingkat sekolah dan pemerintah daerah.
LBH Bolo Saif dan Aliansi Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak mendesak pemerintah daerah untuk bertindak tegas dan transparan. Mereka juga mengingatkan pentingnya pencegahan kekerasan melalui kerjasama antara sekolah, orang tua, dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang ramah anak.
“Anak-anak khususnya pelajar sekolah, hati-hati dan mesti jaga diri kalian. Untuk orang tuanya juga jaga mereka, karena ketika ada kasus tindak kekerasan dan tindakan pelecehan yang menimpa. mereka sendirian enggak ada yang melindungi,” pungkas Novi.
Jika kasus ini tidak segera diselesaikan, berbagai kelompok masyarakat berencana menggelar aksi massa untuk mendesak keadilan bagi korban. Kasus ini menjadi pengingat pentingnya perlindungan anak dalam dunia pendidikan. Kasus ini juga menjadi daftar panjang kasus kekerasan seksual pada perempuan dan anak yang terjadi di Kabupaten Jember.
Sementara, berdasarkan data yang dihimpun tadatodays.com, sepanjang tahun 2024 tercatat ada 159 kasus kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak. Dengan rincian sebagai berikut.
Persetubuhan Anak : 40 Kasus
Cabul Anak : 18 kasus
Penganiayaan Anak : 25 kasus
KDRT Fisik : 24 Kasus
KDRT Psikis : 3 kasus
TPKS Fisik :17 Kasus
TPKS Non Fisik : 3 Kasus
Penganiayaan (351 KUHP) : 12 Kasus
Perzinahan : 4 Kasus
Pornografi : 5 Kasus
TPPO : 1 Kasus
Lain-lain : 7 kasus. (dsm/why)
Share to