Klaim Ada Pertambahan LP2B di Wilayah Kota Jember, LBH Desak Transparansi Data

Dwi Sugesti Megamuslimah
Tuesday, 02 Sep 2025 19:14 WIB

LP2B: Sekretaris LBH MKN Rico Nurfiansyah Ali saat menunjukkan ketidaksesuaian SK Bupati tahun 2024 dan 2025 tentang LP2B.
JEMBER, TADATODAYS.COM - Polemik lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) di Kabupaten Jember masih berlanjut. LBH Mitra Kawula Nusantara (MKN) menilai ada kejanggalan serius dalam Surat Keputusan (SK) Bupati terbaru yang justru menghapus lahan LP2B di dua kecamatan kota.
Hal itu menanggapi adanya pernyataan pemkab, bahwa terdapat penambahan luasan lahan LP2B di Kabupaten Jember, terlebih di wilayah kota. Adapun penambahan lahan LP2B diwilayah kota diklaim bertambah sebanyak 125,53 ha.
Sekretaris LBH MKN Rico Nurfiansyah Ali menyebut bahwa pada SK Bupati Nomor 100.3.3.2/235/1.12/2025 tertanggal 6 Agustus 2025, luasan LP2B di Kecamatan Sumbersari dan Kaliwates dinyatakan nol hektare. Padahal, pada SK sebelumnya tahun 2024, Sumbersari masih tercatat memiliki 329,55 hektare dan Kaliwates 43,71 hektare.
“SK yang ditandatangani bupati itu resmi dan bisa dipertanggungjawabkan. Karena itu, tidak berdasar kalau menyatakan lahan LP2B di kecamatan kota justru bertambah. Faktanya, SK mencatat lahan di dua kecamatan itu menjadi nol,” tegas Rico, pada Selasa (2/9/2025) sore.
Sebelumnya, Pemkab Jember menyampaikan bahwa luas LP2B di kabupaten justru mengalami kenaikan, bahkan bertambah 327 hektare di seluruh wilayah. Pernyataan ini sekaligus membantah adanya penghapusan LP2B di kecamatan kota. Namun, fakta di lapangan berbicara lain.
Ketidaksesuaian itu terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi B DPRD Jember pada 14 Agustus lalu. Forum resmi tersebut dihadiri Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (DTPHP) serta BPN Jember, dan hasilnya menunjukkan bahwa SK 2025 hanya mencatat LP2B di 29 kecamatan, tanpa Sumbersari dan Kaliwates.
“Data yang kami bawa ini bukan asumsi. Ini resmi, diperoleh langsung dari forum DPRD. Kalau ada yang mengatakan data ini tidak tepat, maka tunjukkan data resmi yang benar. Di mana letaknya, dan dialihkan untuk apa,” ujarnya.
Sementara, berdasarkan catatan LBH MKN, sejak SK Bupati 2022, kemudian direvisi 2024, hingga SK terbaru 2025, terjadi penyusutan signifikan di dua kecamatan kota. Wilayah Sumbersari kehilangan total 935 hektare, sementara Kaliwates menyusut lebih dari 200 hektare.

Secara keseluruhan, perubahan SK juga menunjukkan adanya pengurangan 4.492,79 hektare LP2B di sejumlah kecamatan, meski diimbangi dengan penambahan 4.492,97 hektare di wilayah lain.
Menurutnya, meski angka secara total terlihat seimbang, hilangnya LP2B di pusat kota menjadi tanda tanya besar, terutama bagi kelompok tani. “Bagi petani, ini masalah serius. Hilangnya LP2B di kota menimbulkan kebingungan. Mereka berhak tahu alasan penghapusan ini,” jelas Rico.
Rico menegaskan, SK bupati hanyalah salah satu prasyarat penetapan LP2B. Sesuai UU Nomor 41 Tahun 2009 dan PP Nomor 1 Tahun 2011, penetapan LP2B hanya sah jika dituangkan dalam perda tata ruang. Hingga kini, Perda Jember Nomor 1 Tahun 2015 tentang RTRW masih menjadi acuan yang sah.
“SK tidak bisa serta-merta berlaku. Karena itu, arah pembangunan tetap harus bersandar pada perda RTRW 2015,” sambungnya.
Ketua LBH MKN Puji Muhammad Ridwan, juga mempertanyakan dasar hukum terbitnya SK 2025, mengingat revisi perda RTRW sudah diajukan ke pemerintah pusat. “Seharusnya SK dipakai untuk revisi perda, bukan keluar setelahnya. Ini justru membuat rancu,” ujarnya.
Minimnya transparansi Pemkab juga disorot LBH MKN. Mereka bersama kelompok tani mendesak agar notulensi rapat dibuka untuk publik. Transparansi itu menjadi penting untuk kepastian hukum, baik bagi petani, investor, aparat penegak hukum, maupun masyarakat luas.
“Kami minta Bupati dan DPRD segera memerintahkan DTPHP, BPN, dan juga Dinas Cipta Karya duduk bersama masyarakat. Semua harus dibuka seterang-terangnya agar tidak ada lagi polemik,” tegasnya
LBH MKN juga mendorong Pemkab segera menuntaskan regulasi LP2B melalui perda khusus, sebagaimana sudah dilakukan 14 kabupaten lain di Jawa Timur. “Kami tidak ingin masalah ini berlarut. Pemerintah wajib menyediakan sistem informasi yang bisa diakses publik,” kata Puji. (dsm/why)

Share to
 (lp).jpg)