Kue Banjar, Suguhan Menu Idul Fitri Khas Kedungasem

Alvi Warda
Alvi Warda

Tuesday, 03 May 2022 09:47 WIB

Kue Banjar, Suguhan Menu Idul Fitri Khas Kedungasem

KHAS: Kue banjar menjadi suguhan khas saat lebaran. Kue bermerk dagang “Diana” ini dijalankan oleh Farida Rohmi, warga Kelurahan Kedungasem, Kecamatan Wonoasih, Kota Probolinggo.

PROBOLINGGO, TADATODAYS.COM - Hari raya Idul Fitri 1443 H telah tiba. Salah satu tradisi umat Islam di hari kemenangan itu adalah menyediakan kue untuk suguhan tamu. Nah, ada satu menu kue yang bisa dijadikan alternatif, yaitu kue banjar dari Kelurahan Kedungasem, Kecamatan Wonoasih, Kota Probolinggo. Kue ini bertekstur seperti biskuit dengan rasa yang nikmat.

Kue banjar ini hanya ada di Kelurahan Kedungasem. Usaha kue banjar dengan merek dagang “Diana” dijalankan oleh Farida Rohmi. Ia mendirikan usaha kue banjar sejak berumur 25 tahun. Kue banjar ini adalah kue dengan resep turun temurun dari leluhurnya. Farida Rohmi merupakan keturunan ke-4, yang meneruskan pembuatan kue banjar.

Tak ada makna khusus dibalik pemberian nama kue banjar. Menurut Farida, pembuat pertama memang berasal dari Banjar. Karenanya, kue ini bernama kue banjar. “(Penamaannya) dari mbah sudah ada nama banjar. Karena orang yg buat itu dari Banjar,” katanya.

Farida hanya memproduksi kue banjar saat menjelang lebaran. Di hari biasa, ia hanya mengambil pesanan beberapa orang. Kini Farida berusia 62 tahun. Tak terasa, kue banjar sudah 37 tahun menemani hidupnya.

Saat tadatodays.com mengunjungi kediaman Farida pada Kamis pagi (21/04/2022), terlihat ia bersama pekerjanya membuat kue banjar. Namun, Farida ternyata tak hanya mengolah kue banjar. Ia juga membuat sagon, kue kacang, kue semprit dan kue khas lain yang dipesan pelanggan jelang lebaran ini. 

Untuk kue banjar, ia labeli harga Rp 45.000. Farida menuturkan, ia hanya menjual kue banjar di Toko Ratna Kota Probolinggo. Selain itu, ia menerima pesanan melalui telepon. Sejauh ini, kue banjar sudah mendarat di Banyuwangi dan Jakarta.

Uniknya, proses pembuatan kue banjar masih menggunakan alat-alat tradisional. Pertama, bahan-bahan kue dikocok manual, tanpa mixer. Bagi Farida, mengaduk pakai mixer hasilnya tidak bagus. “Uniknya masih menggunakan alat-alat tradisional dan hanya ada di Kedungasem,” tuturnya.

Setelah itu, bahan yang sudah dikocok itu dicampur dengan tepung yang juga diselep sendiri. Kemudian, bahan setengah jadi akan ditumbuk di sebuah batu yang Farida sebut gentong. Bersama rekan kerjanya, ia menumbuk olahan mentah kue banjar. Olahan bisa diambil ketika sudah tidak putus-putus.

Selanjutnya, kue banjar diolah menjadi bentuk bunga melati. Menurut Farida, tahap inilah yang melelahkan. Ia harus telaten menggulung, menyambung, dan menggunting, sehingga berbentuk bunga melati.

Kue banjar yang sudah berbentuk bunga melati, akan dioven dengan api yang sedang. Setelah matang kue diangkat dan dikemas dalam mika plastik. Menurut Farida, tekstur kue banjar sama dengan biskuit. Tidak alot, dan rasanya pas di lidah.

Kue banjar “Diana” kini menjadi salah satu UKM andalan Kelurahan Kedungasem. Usaha ini baru menjadi UKM sejak tahun 2020.

Farida berharap terus mampu membuat kue banjar. Namun, ia justru mengaku tidak menurunkan usaha produksi kue banjar ini kepada anaknya. Sebab, prosesnya memakan waktu dan tenaga. “Usaha ini semoga tetap berkembang, dan saya bisa membuat aneka kue lainnya,” ucapnya. (alv/don)


Share to