Lakukan Aksi Jalan Mundur, Jurnalis Jember Menolak RUU Penyiaran

Dwi Sugesti Megamuslimah
Dwi Sugesti Megamuslimah

Friday, 17 May 2024 07:27 WIB

Lakukan Aksi Jalan Mundur, Jurnalis Jember Menolak RUU Penyiaran

AKSI: Wartawan AJI Kota Jember, IJTI Jember, dan PWI Jember saat menggelar aksi penolakan RUU Penyiaran di depan gedung DPRD Jember.

JEMBER, TADATODAYS.COM - Sejumlah wartawan menggelar aksi damai di depan gedung DPRD Jember, Kamis (16/5/2024) malam. Aksi itu dilakukan sebagai bentuk penolakan terhadap rancangan undang-undang (RUU) Penyiaran yang tengah digodok di Badan Legislatif (Baleg) DPR RI.

Para wartawan tersebut berasal dari beberapa organisasi profesi wartawan di Kabupaten Jember. Masing-masing ialah Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jember, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jember, dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jember.

Mereka bersatu menyatakan sikap atas adanya RUU Penyiaran yang dianggap mengebiri kerja jurnalisik. Terlebih adanya item larangan kegiatan jurnalisme investigatif. Para insan pers tersebut menggelar aksi berjalan mundur di sekitaran bundaran DPRD Jember.

Salah satu orator dari IJTI Mahfud Sunarji menyatakan, aksi jalan mundur ini sebagai simbolisasi kebebasan pers yang telah berjalan selama lebih dari 17 tahun semenjak disahkan tidak ada gunanya saat RUU ini disahkan.  "Kami melakukan jalan mundur sebagai kritik pada para pejabat dan pemangku kebijakan bahwa kebebasan pers harus tetap lestari dan terjamin," tegasnya.

MENOLAK: Salah satu bentuk aksi penolakan terhadap revisi RUU penyiaran oleh jurnalis gabungan AJI Kota Jember, PWI Jember, IJTI Jember.

Sementara, Sutrisno dari PWI Jember mencurigai terdapat agenda terselubung dibalik revisi RUU Penyiaran ini. Ada operasi kekuasaan yang bertujuan untuk memberangus kebebasan pers, karena memuat pasal larangan pers untuk menayangkan hasil liputan investigasi. "Indikasinya terlihat dari isi pasal yang sangat tendensius dengan menjadikan liputan investigasi berisi produk jurnalistik paling komprehensif sebagai target operasi," urainya.

Tidak cukup di situ, menurutnya, revisi UU Penyiaran juga terang-terangan menyisipkan kepentingan kekuasaan untuk mengendalikan pers. Khususnya dengan adanya rencana memberi wewenang ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menangani sengketa pemberitaan.

Menurut Sutrisno, ini jelas tumpang tindih dengan wewenang Dewan Pers. "Kekuasaan sepertinya merasa terganggu dengan pemberitaan investigasi. Sehingga, perlu mengekang pers lewat revisi UU Penyiaran," sambungnya.

Kekuasaan terlihat sengaja hendak menggunakan beleid untuk menghambat pers melakukan investigasi supaya tidak berkesempatan menguak masalah korupsi maupun skandal pejabat agar tidak sampai boroknya diketahui oleh publik.

"Laju revisi UU Penyiaran harus dihentikan sekarang juga. Supaya pers benar-benar bebas sebagai nyawa yang menghidupi demokrasi dan menyelamatkan NKRI dari korupsi. Selamatkan pers, selamatkan Indonesia," tukasnya.

Sedangkan perwakilan AJI Kota Jember Imam Nawawi mengatakan, terdapat beberapa alasan mengapa revisi RUU Penyiaran harus ditentang. Beberapa yang menjadi sorotan diantarany, tumpang tindih dengan UU Pers, adanya Pembatasan jurnalistik investigasi bertentangan dengan semangat kebebasan pers yang merupakan buah reformasi. "Revisi tersebut tidak saja mengancam kebebasan pers tetapi juga merugikan kepentingan publik untuk mendapatkan akses informasi yang berkualitas," papar wartawan TribunJatim itu.

Nawawi menilai, argumentasi Komisi I DPR RI bahwa jurnalisme investigasi harus dibatasi lantaran khawatir mempengaruhi proses hukum, sulit diterima akal sehat. Karena di berbagai negara demokrasi, proses pro justisik bisa berjalan bersama dengan hak masyarakat untuk menerima informasi yang berkualitas.

"Apabila disahkan, UU Penyiaran semakin memperkuat kekuasaan/penguasa hasil pilpres 2024 yang diduga alergi terhadap keberadaan Oposisi atau kekuatan di luar pemerintahan. Sehingga tidak akan ada kontrol sosial terhadap kebijakan pemerintah," katanya. (dsm/why)


Share to