Mahasiswa Audiensi di DPRD Kota Probolinggo, Harjakot dan Gedung Kesenian Juga Jadi Butir Tuntutan

Alvi Warda
Wednesday, 03 Sep 2025 16:51 WIB

AUDIENSI: Jalannya audiensi mahasiswa di Ruang Transit DPRD Kota Probolinggo, Rabu (3/9/2025).
PROBOLINGGO, TADATODAYS.COM - Aliansi mahasiswa Cipayung Probolinggo Raya yang terdiri dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) menggelar audiensi di gedung DPRD Kota Probolinggo, Selasa (3/9/2025) sekitar pukul 10.00 WIB. Audiensi ini menyoroti isu nasional hingga lokal Kota Probolinggo.
Dalam audiensi tersebut, mahasiswa menyampaikan sejumlah tuntutan yang mencakup isu nasional dan permasalahan lokal Kota Probolinggo. Kegiatan ini dipilih sebagai alternatif setelah rencana aksi demonstrasi diundur karena kondisi yang dinilai belum kondusif.
Cipayung Probolinggo Raya menegaskan empat tuntutan utama terkait isu nasional:
1. Mendesak Presiden mencopot Jenderal Listyo Sigit Prabowo dari jabatan Kapolri karena dinilai gagal menegakkan profesionalisme kepolisian
2. Menuntut pemberhentian dan proses hukum transparan bagi 7 pelaku pembunuhan terhadap almarhum Affan Kurniawan
3. Mengecam tindakan aparat yang kerap menyalahgunakan wewenang dan menuntut Polri menjalankan tugas sesuai prosedur dan prinsip HAM
4. Menuntut pembebasan seluruh massa aksi yang ditahan secara sewenang-wenang
Untuk permasalahan lokal, organisasi mahasiswa ini mengajukan tujuh poin tuntutan:
1. Menyelesaikan persoalan dalam persiapan Hari Jadi Kota Probolinggo
2. Mengevaluasi Car Free Day yang mengganggu aktivitas keagamaan
3. Menegakkan Perda RTRW tanpa tebang pilih demi lingkungan dan ruang publik
4. Membuka lapangan pekerjaan yang layak, adil, dan merata bagi seluruh masyarakat
5. Menjamin kesejahteraan guru di Kota Probolinggo
6. Menolak alih fungsi gedung kesenian yang mengabaikan ruang ekspresi budaya lokal

7. Membenahi kebijakan relokasi PKL agar tidak merugikan rakyat kecil
Ketua PMII PC Probolinggo Dedi Bayuangga menjelaskan bahwa audiensi ini merupakan hasil kajian mendalam selama sekitar satu bulan. "Kita diskusi lembut bareng bagaimana kondisi Kota Probolinggo hari ini. Kota yang kecil mungil dan luar biasa, kota transit yang kemudian dicita-citakan akan menjadi kota yang berkembang sampai maju," ujarnya.
Dedi menegaskan bahwa kegiatan ini bukan sekadar mengikuti tren, melainkan betul-betul hasil kajian dan kebutuhan rakyat. Aksi demonstrasi yang sempat direncanakan diundur karena ada instruksi untuk tidak melaksanakan aksi terlebih dahulu mengingat situasi dan kondisi yang belum kondusif.
Ketua GMNI Probolinggo Rosa, menambahkan bahwa keadaan nasional saat ini memang tidak baik-baik saja. "Banyak yang tumbang juga kawan-kawan kami karena kericuhan yang terjadi. Kami menggagalkan aksi tersebut juga untuk menjaga kondisi kita di Probolinggo sendiri," jelasnya.
Rosa menekankan pentingnya transparansi dari aparat dalam menangani kasus-kasus yang telah terjadi, mengingat lebih dari 10 orang mengalami tindakan kekerasan dari aparat.
Mustofa perwakilan PMII, secara khusus menyoroti isu alih fungsi gedung kesenian. Dia mengutip karya anak Probolinggo yang kuliah di Bali yang menyebutkan bahwa "Probolinggo adalah kota mati" dalam artian kurangnya ruang ekspresi.
"Probolinggo dalam segi gerakan bukan soal aman atau damai, tapi memang harus ada ruang ekspresi dan panggung-panggung kebebasan untuk anak muda. Itu harus difasilitasi, tidak boleh dijegal oleh pemerintah manapun sebagai bentuk ekspresi," tegas Mustofa.
Dia juga menyinggung masalah relokasi PKL yang dianggap tidak strategis karena ditempatkan di lokasi yang kurang menguntungkan bagi pedagang. "Siapa yang mau berhenti di sana, secara hanya satu arah?" ujarnya.
Wali Kota Probolinggo Aminuddin merespons beberapa poin yang disampaikan mahasiswa. Terkait Hari Jadi Kota Probolinggo, dia mengungkapkan telah mengundang guru besar ahli sejarah UGM, Prof. Harto, namun karena kondisi belum kondusif sehingga ditunda. "Akan kita kaji ulang seperti apa dan kapan sebetulnya ulang tahun Kota Probolinggo ini," ujarnya.
Mengenai PKL, Wali Kota menegaskan konsepnya bahwa Alun-alun harus steril dari PKL. "Kita contoh saja Jogja, dimana ada PKL di alun-alunnya?" katanya sambil menjelaskan berbagai program pengembangan kota yang sedang direncanakan.
Wali Kota juga menyampaikan bahwa pemerintah kota telah mendengar aspirasi mahasiswa dan akan memproses semua masukan dengan mempertimbangkan kemaslahatan semua pihak. "Kita sudah mendengarkan dan butuh proses untuk menyelesaikan itu semua," katanya.
Ketua DPRD Kota Probolinggo Dwi Laksmi Sinta mengapresiasi kedatangan mahasiswa untuk menyampaikan aspirasi. "Kantor DPRD adalah rumah aspirasi semua masyarakat Kota Probolinggo," ucapnya.
Sinta meminta maaf jika ada perilaku DPRD yang belum sesuai harapan dan berjanji untuk terus diperbaiki. Dia juga mengajak mahasiswa untuk tetap aktif mengawasi kinerja DPRD secara berkala.
Terkait isu Hari Jadi Kota yang mencuat dengan angka "666", Sinta menyebutkan bahwa ayahnya, Pak Kuncoro yang pernah menjabat sebagai Wakil Wali Kota, dulu juga pernah meneliti masalah ini hingga ke UGM dan membuat buku, namun file penelitiannya sudah hilang. " Saya senang jika ada yang ngeh soal ini. Kenapa kita lebih tua dari Kabupaten begitu ya," katanya. (alv/why)

Share to
 (lp).jpg)