Menyambangi Surati, Nenek 66 Tahun yang Digugat Anaknya Sendiri Perkara Tanah

Zainul Rifan
Zainul Rifan

Sabtu, 08 Aug 2020 22:04 WIB

Menyambangi Surati, Nenek 66 Tahun yang Digugat Anaknya Sendiri Perkara Tanah

MENANAK NASI: Surati di dapur rumahnya yang lebih pantas disebut gubuk. Ia menanak nasi untuk dimakan bersama suaminya. Surati adalah nenek 66 tahun yang digugat anaknya sendiri.

Bagi Surati ada kesedihan yang lebih mendalam dari sekadar terancam terusir dari rumahnya sendiri. Gugatan yang dilayangkan anak kandungnya, Naise membuatnya sakit hati dan tak bisa memahami. Mengapa anaknya sendiri tega mengusir Surati dari rumahnya sendiri.

ZAINUL RIFAN, Wartawan Tadatodays.com

SURATI, warga Desa Ranuagung, Kecamatan Tiris, Kabupaten Probolinggo adalah nenek 66 tahun yang digugat anak kandungnya ke Pengadilan Negeri Kraksaan. Objek yang diperkarakan anaknya adalah tanah warisan yang di atasnya berdiri rumah Surati dan kerabatnya yang lain.

Di atas tanah yang diperkarakan itu, Nenek Surati hanya tinggal di gubuk yang luasnya tidak lebih 5x4 meter bersama suaminya, Asim. Asim adalah suami ke dua dari nenek Surati. Sebelum menikah dengan Asim, Surati terlebih dahulu nikah dengan suami pertamanya yang sering disapa P. Sayuto. Dari pernikahan tersebut Surati dikaruniai dua orang anak yang bernama Sayuto dan Naise. Namun sebelum Naise beranjak dewasa, suami pertamanya meninggal dunia.

Ia pun kemudjan menikah lagi dengan Asim lalu dikaruniai 3 orang anak yakni, Su, Tuma dan Manis.

Sebelum tinggal di gubuk itu, Surati mengaku terlebih dahulu tinggal di rumah yang saat ini ditempati Manis, anak bungsu Surati. Lalu Surati membuat rumah kembali di sisi barat dan tinggal bersama Naise, anak nomer dua yang kini menggugatnya di pengadilan. Namun setelah beberapa lama, Surati justru diusir oleh Naise. Ia pun kemudian membuat rumah gubuk yang ditempatinya saat ini.

"Pak kaleh guleh se eyojuk guleh. Mangkanah guleh pinda aghebey compok ekantoh nak. Apolongah sareng anak bungsoh ampon sobung kenengnah. Kassak ampon ngagungi mantoh. (Empat kali saya diusir. Makanya saya pindah langsung buat rumah di sini nak. Mau tinggal sama anak bungsu sudah penuh, dia sudah punya menantu)," tuturnya dalam bahasa Madura pada Tadatdays.com, Kamis (6/8/2020)

Untuk mencukupi kehidupan sehari-harinya, Surati dan Asim hanya mengandalkan hasil penjualan kayu yang didapat Asim dengan mencari di hutan. Surati hanya membantu mengikat ranting kayu tersebut hingga siap dijual. Jarak dari rumah ke hutan pun cukup jauh. Dalam satu kali mencari, mereka bisa menghasilkan 10 sampai 15 ikat. Setiap satu ikat kayuharganya hanya berkisar 800 rupiah. Tidak ada pekerjaan lain yang bisa dikerjakan mereka, hanya mengandalkan mencari kayu yang rata-rata menghasilkan Rp 8.000 - Rp 12.000 saja.

"Enggi kadheng olle 10, kadheng olle 15 gintel nak, nyarenah eyalas kassak. Ghi mun mangkat kol 6 ghi plemanah pokol 2 siang nak. (Kadang dapat 10 (ikat kayu), kadang dapat 15 ikat. Carinya di hutan. Kalau berangkat pukul 06.00 WIB, pukul 14.00 WIB pulang)," jelasnya, saat ditemui di rumahnya.

Karena penghasilannya yang minim, Surati mengaku sering memakan nasi aking. Yaitu sisa nasi yang dijemur lalu dimasak kembali. Hal itu di lakukannya letika suaminya sudah tidak bekerja, dalam keadaan capek ataupun kurang enak badan.

Mereka hanya tinggal berdua dan berusaha tak merepotkan anak. Ia mengaku merasa malu untuk meminta beras kepada anaknya, namun terkadang sesekali anaknya mengirimkan beras kepadanya.

Perihal bantuan dari pemerintah, Surati mengaku tidak pernah mendapat bantuan beras dari pemerintah. Hanya mendapatkan bantuan uang dari desa sekitar 3 bulan yang lalu, sebesar Rp 600 ribu.

"Ghin mun tak ngagungin obeng ghi adhe'er cangkarok. Tapeh kadheng ekeremin bherres sareng anak. Bantuan ghi olle 3 bulen kassak pon olle 600 ebuh (Kalau tidak ada uang ya makan nasi aking itu. Tapi kadang dikirim beras sama anak. Bantuan dapat 3 bulan yang lalu uang Rp 600 ribu)," tutupnya.

Seperti yang diberitakan tadatodays.com sebelumnya, Nenek Surati tengah digugat oleh anak kandungnya perihal tanah warisan ke PN Kraksaan pada Rabu (5/8/2020). Anaknya Naise meminta tanah tersebut dikosongkan. Ia mengklaim tanah tersebut sudah menjadi miliknya setelah sang Nenek memberikan tanah itu kepadanya. (zr/hvn)


Share to