Mesin Sangrai Kopi Karya Bambang Harianto

Mochammad Angga
Sunday, 16 Jan 2022 22:22 WIB

KARYA: Bambang Harianto mempraktikkan bagaimana cara kerja mesin sangrai buatannya. Kini, karyanya itu telah mendapatkan hak paten setelah bekerja sama dengan Universitas Negeri Malang (insert).
PROBOLINGGO, TADATODAYS.COM - Bambang Harianto, adalah seorang penikmat kopi yang beralamat di Jalan Damai nomor 10 RT 8 RW 1 Kelurahan Ketapang, Kecamatan Kademangan, Kota Probolinggo. Tak hanya ngopi, ternyata Bambang Harianto juga mampu menciptakan mesin sangrai kopi.
Meski disebut mesin, namun tak semua peralatan yang dipakainnya menggunakan teknologi. Ia juga masih menggunakan kendi sebagai tempat sangrai biji kopi. Sementara penutup kendi menggunakan cobek.
Nah, barulah untuk alat pemanas ia menggunakan teknologi. Seperti, kompor gas, dan komponen kelistrikan untuk mendeteksi tingkat kematangan biji kopi secara merata.
Saat tadatodays.com berkunjung ke rumahnya yang berkonsep klasik itu, Jumat (9/12/2021), alumnus Fakultas Teknik Elektronika Institut Teknologi Nasional Malang tahun 1986 tersebut tampak di teras rumahnya. Di teras tersebut tersedia kursi yang terbuat dari ban bekas, dan pernak-pernik dinding dari rajutan kayu. Bambang pun menyapa dan mempersilahkan tadatodays.com untuk masuk.
Di rumah tersebut, ia hanya tinggal bersama istrinya, Zahrotul Aini, 56. Sementara tiga orang anaknya sudah menikah, dan telah memiliki rumah sendiri.
Bambang bercerita, temuan mesin sangrai itu bermula saat ia melihat istrinya sedang menyangrai biji kopi menggunakan wajan. Menurutnya, butuh waktu yang cukup lama untuk mematangkan biji kopi tersebut. "Sekitar 1,5 jam. Itupun perlu ditunggu dan diaduk terus-menerus sampai matang. Bahkan, baunya kemana-mana," katanya.
Lantas, pria 58 tahun ini merenung dan berpikir bagaimana caranya agar sang istri tidak mengaduk biji kopi dan menunggu sampai matang.
Mantan asisten masinis di Pabrik Gula Wonolangan Dringu, dan mantan pegawai honorer DKUPP Kota Probolinggo inipun berusaha mencari bahan-bahan dan literatur untuk membuat buah hasil pikirannya. "Saya cari bahan kendi dan cobek yang sesuai spesifikasi. Pada akhirnya ketemu bahan yang diinginkan," ujarnya.
Setelah peralatan sudah tersedia, Bambang langsung merancangnya. Selama sekitar 7 bulan, ia merangkai temuannya itu. Tapi jangan dikira langsung jadi. Sebanyak 15 kali percobaan yang telah dilakukannya. Semuanya ia kerjakan sendiri.
Hingga akhirnya, ia menemukan cara kerja mesin sangrai yang diharapkannya. Mesin itu menghabiskan uang Rp 3 juta. Harga itu jauh lebih murah dibanding harga mesin roasting kopi di pasaran, yang bisa menyentuh ratusan juta rupiah.
Dalam kontruksi mesin sangrai tersebut, Bambang menggantung kendi tersebut pada dua rangka besi berkaki. Sementara pada bagian depan kendi diberi lubang untuk dipasang kaca, agar bisa melihat kopi di dalam kendi. Nah, di bawah kendi dipasang kompor gas untuk memanaskan.
Untuk proses sangrai, kendi terlebih dahulu dipanaskan menggunakan kompor gas paling lama 1 jam. Setelah itu, barulah biji kopi dimasukkan ke dalam kendi bertutup cobek itu. Untuk kendiri sendiri bisa diisi hingga 2 kilogram kopi.

Perlu diketahui, di bagian dalam tutup cobek, Bambang memasang plat sirip stenlis yang berfungsi untuk mengaduk biji kopi di dalam kendi. Proses pengadukannya dilakukan secara otomatis mengunakan mesin penggerak.
Nah, untuk mengetahui apakah tingkat kematangan biji kopi sudah merata atau belum, Bambang memasang alat thermometer digital. Alat tersebut dipasang menggantung pada bagian atas rangka besi.
Jika thermometer menunjukkan tingkat panas yang merata, barulah kompor dimatikan. Kopi di dalam kendi pun siap dikeluarkan untuk selanjutnya didinginkan, lalu dihaluskan menjadi serbuk kopi.
Menurut pria yang senang memakai jam tangan ini, tingkat kematangan kopi bisa dilihat dari warnanya setelah disangrai. "Warna yang coklat kehitaman, kematangan kopi lebih merata. Kalau tak merata jadinya kopi item," ujarnya.
Bambang menuturkan, ada tiga hal yang ia perhatikan saat menyangrai kopi menggunakan karyanya itu. Yakni mesin, pengoperasian dan jenis kopi.
Setelah berhasil memproduksi mesin sangrai, ia kemudian memberi nama temuannya itu dengan nama Roasting Biji Kopi Banga Tembikar, Poros Berputar.
Nama itu diambil dari proses sangrai kopi atau yang lebih ngetren dengan istilah roasting. Sedangkan nama Banga Tembikar diambil dari kendi yang terbuat dari tanah liat. "Untuk (nama) poros berputar, karena mesin untuk mengaduk biji kopi," tuturnya.
Setelah berhasil menemukan mesin sangrai kopi, Bambang pun bercita-cita agar karyanya itu mendapat hak paten.
Mulanya, ia mengajukan proses hak paten itu melalui Pemerintah Kota Probolinggo. Namun karena kesulitan, ia kemudian beralih melalui Universitas Negeri Malang (UM). Gayung pun bersambut. Kampun UM bersedia membantu mematenkan karya Bambang.
Meski produk tersebut menggunakan nama UM, namun jika ada pembeli maka UM tetap harus izin kepada Bambang. "Royalti jatuh ke pihak UM. Selanjutnya saya dengan pihak UM yang bersepakat (pembagian royalti)," ujarnya.
Ke depan, Bambang berharap agar produknya itu masuk ke dunia industri dengan melibatkan banyak pihak. Misalnya, ada yang membuat kendi, cobek kelistrikan dan bahan-bahan lainnya. "Sehingga perputaran (Proses, Red) pembuatan dan merangkai bisa cepat," tuturnya. (ang/don)

Share to
 (lp).jpg)