Pencabutan Subsidi Pupuk dan RUU Kesehatan Dirasa Menekan Petani

Iqbal Al Fardi
Sunday, 04 Jun 2023 08:40 WIB

ORASI: Ketua Forum Komunikasi Petani Jember (FKPJ) Jumantoro saat berorasi.
JEMBER, TADATODAYS.COM - Munculnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan menuai kecaman dari kalangan petani tembakau, khususnya di Jember. Sebab, ditambah pencabutan subsidi pupuk, regulasi ini dirasa berdampak semakin menekan pertanian tembakau.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Forum Komunikasi Petani Jember (FKPJ) Jumantoro. Ia menilai bahwa kondisi petani semakin hari, semakin buntung. "Kita lihat regulasi di sektor pertanian terutama penekanan kebijakan di tembakau yang katanya rokok bisa mematikan lah," jelasnya usai aksi demo menolak Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Sabtu (3/5/2023) petang.
Selain regulasi yang menekan, Jumantoro juga menyampaikan bahwa subsidi pupuk untuk petani dicabut. "Yang paling ekstrem adalah bagaimana subsidi pupuk bagi petani tembakau dicabut. Ini nyata dan kalau ini dibiarkan, pemerintah tidak mengembalikan itu, maka saya yakin petani akan semakin menderita," ungkapnya.
TEMBAKAU: Para petani menggelar aksi melinting tembakau saat demo tolak hari tanpa tembakau sedunia.
Pencabutan subsidi pupuk, lanjutnya, berlaku sejak Permentan nomor 10 tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian. Ia menilai, dari 70 komoditas hanya 9 yang disubsidi. "Tembakau salah satu yang tidak disubsidi. Itu mematikan banyak komoditi pertanian," jelasnya.
Di Permentan tersebut pada Bab III, pasal 3, ayat 1-5 tidak menyebutkan tembakau sebagai komoditas yang disubsidi. Terdapat setidaknya 9 komoditas pertanian yang terbagi menjadi tiga sub sektor yang disubsidi.

Polemik lain yang menjadi perhatian para petani tembakau ialah penyaluran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). Jumantoro mengungkapkan, bahwa alokasi DBHCT terbesar mengalir ke sektor kesehatan. "Padahal mereka tidak ikut berjuang dalam menyetor dana itu. Kita harus berjuang, dibalik 70 persen untuk petani, bukan untuk hal yang lainnya," jelasnya.
Selanjutnya, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jember Suwarno mengungkapkan, DBHCHT di Jember berkisar di angka Rp 109 Miliar. "Bagaimana 109 Miliar ini kita mengawal, biar betul-betul menyentuh kepada masyarakat yang punya hak," jelasnya.
Jika meninjau Permenkeu atau Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 215 /PMK.07 /202 tentang Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau, di pasal 11 ayat 1 mengatur bahwa 50 persen untuk bidang kesejahteraan masyarakat, 10 persen untuk bidang penegak hukum dan 40 persen untuk bidang kesehatan.
Ada 50 persen di bidang kesejahteraan masyarakat dibagi menjadi dua dengan alokasi masing-masing 20 dan 30 persen. Lalu 20 persen dialokasikan ke program peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri dan pembinaan lingkungan sosial untuk kegiatan peningkatan keterampilan kerja. Sedangkan 30 persennya dialokasikan untuk program pembinaan lingkungan sosial pada kegiatan pemberian bantuan.
Namun, Suwarno mengaku masih belum melihat transparansi penyaluran anggaran DBHCHT di Jember. Ia turut menyayangkan 40 persen alokasi DBHCHT untuk kesehatan itu. "Kami merasa, kebijakan itu sangat menghantui petani tembakau," ungkapnya dengan nada kesal.
Belum lagi perkara RUU Kesehatan, Suwarno menilai bahwa dalam RUU tersebut tembakau disamakan dengan narkoba. "Kami tidak setuju adanya RUU Kesehatan. Padahal kesehatan itu mendapatkan 40 persennya dari DBHCHT yang dihasilkan oleh petani tembakau," tegasnya. (iaf/why)

Share to
 (lp).jpg)