Pentas Tiga Naskah Peringati Hari Teater Dunia

Alvi Warda
Alvi Warda

Monday, 28 Mar 2022 16:13 WIB

Pentas Tiga Naskah Peringati Hari Teater Dunia

SENI: Teater Gembok Probolinggo menggelar pertunjukan pada Sabtu malam (26/3/2022). Teater Gembok mementaskan tiga naskah dalam rangka memperingati Hari Teater Dunia, di Gedung Kesenian Kota Probolinggo.

PROBOLINGGO, TADATODAYS.COM - Teater Gembok Probolinggo kembali menggelar pertunjukan, Sabtu malam (26/3/2022). Teater Gembok mementaskan tiga naskah, dalam rangka memperingati Hari Teater Dunia.

Pertunjukan yang digeber di Gedung Kesenian Kota Probolinggo malam itu, disiarkan melalui sosial media. Jadi, pementasan tidak dibuka untuk masyarakat umum. Teater Gembok hanya mengabarkan beberapa pengamat seni teater Kota Probolinggo.

Pementasan ini disiapkan selama dua minggu. Malam itu sekitar pukul 19.00 WIB, pertunjukan dimulai. Ada tiga judul yang ditampilkan. Pentas pertama berjudul “Di Balik Topeng”, sutradara sekaligus penulis naskahnya ialah Alifiantara Oktasiana Riski.

Menurut Alifiantara, kisah Di Balik Topeng memiliki makna yang menarik. Topeng yang dipakai sebagai penutup karakter di baliknya.

Singkatnya, antara topeng dan apa yang ada di baliknya, tidaklah sama. “Topeng hanya menggambarkan paras, di balik topeng adalah sifat asli karakter,” ujar Alif pada Sabtu (26/3/2022).

Pementasan kedua berjudul “Tak Kasat Mata”, sutradara dan penulisnya ialah Deva Bertha Alvaro. Sebagai penulis cerita, ia menuturkan, Tak Kasat Mata adalah pertunjukan dengan genre horor.

Kisahnya, ada seorang laki-laki yang menginginkan kekuatan supra natural. Namun, laki-laki tersebut meraih kekuatannya melalui mahluk halus dengan melakukan perjanjian. Nahasnya, laki-laki itu tertimpa tragedi, menghilangnya istri yang ia cintai.

Ia pun mencarinya ke gunung dan lautan. Istrinya ditemukan di Gunung Singkong, dengan bantuan sang ratu singkong. Sebelum membebaskan si istri, laki-laki itu harus bertapa dan bertarung dengan mahluk halus. “Mahendra bertapa. Sukmanya bertarung dengan jin,” tutur Deva.

Naskah ketiga yang dipentaskan berjudul “Siti Nurbaya”. Penulis naskahnya adalah Nibraz Fawwaz Firjatullah. Ia juga turut menceritakan kisah Siti Nurbaya, yang ia ambil dengan latar waktu tahun 90an.

Menurutnya, Siti Nurbaya adalah seorang wanita dengan segudang mimpi. Namun, wanita malang itu terhalang oleh adatnya, bahwa seorang wanita hanyalah memiliki kodrat mengurus rumah tangga.

Siti Nurbaya dijodohkan dengan seorang saudagar kaya yang keji. Tentu saja, Siti Nurbaya menolak perjodohan itu. Karena ia memiliki firasat bahwa saudagar kaya itulah yang membunuh ayahnya.

Siti Nurbaya pun terus mencari bukti. Saudagar kaya itu mulai geram dan khawatir. Iapun membunuh Siti Nurbaya dan menjadikannya seolah tragedi bunuh diri. “Tidak ingin djodohkan. Maringgi licik fitnah ayah Nurbaya. Karena Nurbaya curiga dan bikin bukti. Nurbaya dibunuh,” jelas Nibraz.

Pasca pementasan, digelar sarasehan. Semua tim produksi dan penonton duduk melingkar. Ketiga sutradara kemudian bergiliran, menceritakan kisah dari masing-masing karyanya. Beberapa pengamat teater yang sudah senior, menimpali dan memberikan komentar terkait pertunjukan Teater Gembok.

Maulana Hamzah, salah satu pegiat teater senior dari teater Embrio, menyatakan sangat senang bisa kembali menyaksikan pertunjukan teater.

Hamzah menyadari, budaya dari generasi ke generasi memanglah berbeda. Namun, hal itu jangan sampai melengahkan pemuda untuk terus meningkatkan kreatifitas seni pertunjukan. “Budaya dari generasi ke generasi mungkin beda, tapi intensitas latihan jangan sampai beda,” katanya.

Kemudian ada Syamsul Hidayat, pengamat teater lainnya. Sebagai penyuka teater, ia menyarankan kepada Teater Gembok agar tidak hanya fokus menjadi aktor dan aktris. Misalnya, harus ada yang fokus menjadi ilustrator musik yang juga sangat dibutuhkan dalam pementasan teater. “Jangan hanya musik modern yg digunakan, alat tradisional juga gunakan,” sarannya. (alv/don)


Share to