Selain Hujan, Hutan Gundul juga Penyebab Banjir di Jember

Andi Saputra
Thursday, 11 Feb 2021 17:47 WIB

LINGKUNGAN: Banjir masih mengancam wilayah Kabupaten Jember. Hal itu, karena curah hujan yang tinggi, ditambah gundulnya hutan dan pendangkalan aliran sungai.
JEMBER, TADATODAYS.COM - Memasuki bulan Februari 2021, beberapa wilayah di Kabupaten Jember masih mengalami pasang surut banjir. Selain karena curah hujan yang tinggi, banjir itu juga disebabkan gundulnya hutan di wilayah Jember.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Jember mencatat, sebanyak 7 desa dan kelurahan di 3 ecamatan kerap diterjang banjir. Yakni, Kecamatan Tempurejo, Ambulu, dan Kecamatan Wuluhan.
Di 3 kecamatan itu, sebanyak 2.138 jiwa terdampak, serta 3 tempat ibadah dan 3 fasilitas pendidikan terendam.
Akademisi Universitas Jember (Unej), Luh Putu Suciati mengungkapkan, selain curah hujan yang tinggi sejak akhir Desember 2020 lalu, banjir yang terjadi di sejumlah kecamatan di Jember juga disebabkan oleh gundulnnya kawasan hutan tutupan di wilayah Taman Nasional Meru Betiri.
Pihaknya mencatat, hingga saat ini seluas 2700 Hektar lahan tutupan itu kondisinya kritis. "Dan yang sering terjadi adalah pembalakan liar oleh pihak-pihak luar," kata Dosen Fakultas Pertanian Unej itu, Minggu (7/2/2021) lalu.

Lebih Lanjut, Suciati mengatakan, kondisi sungai yang mengalami pendangkalan secara berkala memperparah bencana banjir Jember tahun ini. Untuk itu, pihaknya menyarankan dua hal agar banjir tidak kembali terulang.
Pertama, reboisasi kawasan hutan tutupan, karena hutan adalah penyangga utama laju air saat curah hujan tinggi terjadi. Kedua, memperbaiki drainase sungai yang mengalami pendangkalan, harapannya peningkatan debit air yang signifikan tetap bisa dialirkan oleh sungai sehingga tak terjadi luapan ektrim di Daerah Aliran Sungai (DAS).
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Balai Taman Nasional Meru Betiri Maman Surahman, tak mengelak terkait adanya wilayah hutan tutupan yang gundul tersebut.
Maman mengakui, di sejumlah wilayah hutan tutupan di tiga desa yaitu, Wonoasri, Curah Nongko, dan Andongrejo penutupan lahannya mulai berkurang. "Sehingga kami berupaya memulihkan ekosistem," katanya.
Pihaknya mengaku telah berupaya mengembalikan kondisi ekosistem yang dirusak itu, sejak tahun 2017 lalu. Sehingga upaya reboisasi tersebut bertujuan ekologi dan ekonomi. "Di sisi lain tujuan akhirnya juga untuk melestarikan hutan sebagai penyangga ekosistem," jelasnya. (as/don)

Share to
 (lp).jpg)