Terdampak Kebijakan BPJS, Bocah Cerebral Palsy asal Kota Probolinggo 3 Bulan Mandek Terapi

Amelia Subandi
Amelia Subandi

Sunday, 14 Sep 2025 05:45 WIB

Terdampak Kebijakan BPJS, Bocah Cerebral Palsy asal Kota Probolinggo 3 Bulan Mandek Terapi

TERDAMPAK: Ismi Zakiyah, warga RT 3 - RW 12, Kelurahan Kebonsari Kulon Kecamatan Kanigaran, Kota Probolinggo. Ismi menerangkan, jika anak ketiganya yakni Asma Uais Zahir (10) yang mengidap Selebralpalsi.

PROBOLINGGO, TADATODAYS.COM - BPJS Kesehatan mengeluarkan aturan baru mengenai klaim untuk fisioterapi. Anak usia 7 tahun ke atas tidak bisa lagi mengklaimkan biaya untuk fisioterapi. Kebijakan ini berdampak pada salah satu anak di Kota Probolinggo. Ia harus absen selama tiga bulan tidak fisioterapi.

Anak tersebut bernama Asma Uais Zahir (10) atau Alman, putra ketiga Ismi Zakiyah (45), warga RT 3 - RW 12, Kelurahan Kebonsari Kulon Kecamatan Kanigaran, Kota Probolinggo. Ismi menerangkan, anak itu mengidap cerebral palsy (CP). Sejak kecil, putra ketiganya itu harus menjalani fisioterapi di RSUD dr Moh. Saleh, Kota Probolinggo.

“Anak pertama dan kedua saya normal. Nah anak ketiga ini lahirnya prematur di usia 8 bulan. Saat usia kandungan saya 7 bulan, ketuban saya pecah, dan masuk 8 bulan, dokter bilang jika harus sesar,” tutur Ismi saat ditemui pada Sabtu (13/9/2025) siang.

Menurut Ismi, dengan adanya regulasi baru dari BPJS, putra ketiganya itu tidak lagi melakukan fisioterapi sejak Mei 2025. “Anak saya kan usianya sudah 10 tahun. Nah, katanya ada regulasi baru dan anak 7 tahun ke atas tidak lagi tidak tercover BPJS,” imbuhnya.

Lantaran terkendala biaya, maka akhirnya Ismi tidak lagi membawa anaknya untuk fisioterapi dengan jalur mandiri. Maka, hingga kini, terhitung sudah tiga bulan anaknya tidak menjalani fisioterapi.

“Dampaknya, kaki anak saya semakin lemas. Tangannya juga semakin kaku. Saya juga bingung, mau bagaimana. Sempat dianjurkan ke Puspaga Dinsos, tapi di sana tidak ada fisioterapi, seperti yang dilakukan di rumah sakit. Misalnya, alat setrum. Jadi, seolah tidak ada perkembangan,” kata Ismi.

Ismi berharap mendapatkan jalan keluar, sehingga anaknya kembali bisa menjalani fisioterapi di RSUD dr Moh Saleh. Ismi yang hanya seorang ibu rumah tangga, merasa kesulitan apabila harus melalui jalur mandiri.

“Biasanya sekali terapi kalau berbayar itu, harus berbayar sebesar 70 - 100 ribu rupiah. Kalau dalam sebulan saja bisa sampai ratusan ribu. Dapat dari mana kami uang sebesar itu?” tutur Ismi lirih.

Menyikapi hal itu, Direktur RSUD dr Moh Saleh Kota Probolinggo dr Intan Sudharmadi mengatakan jika rumah sakit merupakan instansi pelayanan. Sehingga tetap mengikuti regulasi dari BPJS terkait masalah klaim.

Kendati demikian, jika memang ada kasus serupa atau tidak memenuhi kriteria kalim BPJS, maka bisa dicover oleh Dinsos melalui SKTM, jika memenuhi kriteria tidak mampu. “Jadi, permasalahan tidak dicover BPJS, menjadi ranahnya bersama, bukan RS saja,” kata dokter Intan.

Sementara, menyikapi kebijakan BPJS Kesehatan tersebut, perihal pelayanan rehabilitasi medik, RSUD dr Moh Saleh Kota Probolinggo telah mengeluarkan pemberitahuan, bahwasanya;

- Terapi prosedur rehabilitasi medik untuk diagnosis Low Back Pain (LBP) adalah maksimal 3 bulan

- Terapi prosedur rehabilitasi medik untuk stroke, adalah maksimal 6 bulan

- Terapi prosedur rehabilitasi medik untuk kelainan perkembangan anak dengan kebutuhan khusus maksimal usia anak 7 tahun

- Pelayanan rehabilitasi medik untuk setiap kasus selain stroke dan kelainan perkembangan anak dengan kebutuhan khusus maksimal 3 bulan

Sementara itu, anggota DPRD Kota Probolinggo Sibro Malisi menegaskan jika yang bersangkutan langsung bisa kembali melakukan fisioterapi dengan membawa SKTM.

Sibro juga telah mendengar persoalan yang dihadapi oleh Alman, sehingga ia telah menghubungi pihak Rumah sakit, Dinkes dan juga Pj Sekda. Dalam waktu dekat pemerintah juga akan segera menambahkan poin dalam regulasi SKTM agar biaya fisioterapi juga bisa masuk dan tercover dalam SKTM.

“Mengenai inklusi dan ABK (Anak Berkebutuhan Khusus, red) negara harus hadir. Dan daerah punya kewajiban untuk membiayai. Anggarannya sudah ada cuman mekanismenya saja yang harus ditambahkan. Salah satu poinnya yakni untuk membiayai fisioterapi,” kata Sibro

ABK masuk dalam Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Sehingga anak tersebut dapat fasilitas dari pemerintah tanpa membayar, caranya cukup dengan membawa SKTM. “Meskipun PMKS ini tidak selalu orang yang tidak mampu ya,” imbuhnya.

Dengan demikian, SIbro menegaskan kembali, jika yang bersangkutan bisa langsung kembali melakukan fisioterapi dengan cara membawa SKTM. (mel/why)


Share to