Warga 3 Desa di Prigen Pasuruan Tolak Rencana Pembangunan Real Estate di Lereng Arjuno-Welirang

Amal Taufik
Amal Taufik

Thursday, 09 Oct 2025 06:40 WIB

Warga 3 Desa di Prigen Pasuruan Tolak Rencana Pembangunan Real Estate di Lereng Arjuno-Welirang

MENOLAK REAL ESTATE: Audiensi Aliansi Masyarakat Peduli Hutan (AMPH) dengan DPRD Kabupaten Pasuruan, Rabu (8/10/2025).

PASURUAN, TADATODAYS.COM - Ada rencana pembangunan kawasan real estate milik PT Stasionkota Sarana Permai (SSP) di lereng Gunung Arjuno-Welirang. Rencana ini ditolak keras warga tiga desa di Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, yakni Pecalukan, Ledug, dan Dayurejo. Warga menilai, pembangunan real estate tersebut berdampak pada kelestarian lingkungan.

Aliansi Masyarakat Peduli Hutan (AMPH) menggelar audiensi dengan DPRD Kabupaten Pasuruan untuk membahas masalah tersebut pada Rabu (08/10/2025).

Wakil Ketua AMPH Hadi Sucipto mengungkapkan, lokasi yang akan dibangun kawasan real estate adalah di antara Pecalukan dan Ledug dan itu di atas pemukiman penduduk. Ia menilai, lokasi itu secara topografi tidak memungkinkan dibangun perumahan.

PT SSP sempat meminta public hearing, namun warga belum menyatakan persetujuan sebab warga masih menganalisis potensi dampak dari proyek tersebut. Public hearing itu sendiri sebagai bagian dari dokumen penyusunan AMDAL.

"Kawasan tersebut berfungsi sebagai benteng terakhir penahan erosi dan longsor. Sebab di sana adalah area tegakan pohon paling subur di lereng Arjuno," ujar Hadi.

Artinya, jika pepohonan di kawasan itu nantinya dibabat lalu dijadikan komplek perumahan, pertahanan alami warga dari ancaman bencana juga akan ikut lenyap.

Di kawasan tersebut membentang jalur pipa air bersih dari sumber mata air yang mengaliri tiga wilayah yakni Kelurahan Pecalukan, Kelurahan Ledug, dan Desa Dayurejo. Selain itu, pesanggem kopi banyak yang mengelola lahan di sana dengan sistem tumpang sari. Intinya, kata Hadi, lahan tersebut memiliki nilai penting bagi masyarakat.

Dalam audiensi, Hadi sempat membeberkan peta interaktif SIGAP KLHK. Berdasar peta itu, kawasan tersebut masuk kategori rawan erosi dan juga berdekatan dengan TAHURA R. Soerjo.

AMPH sempat melakukan penulusuran lahan seluas 22,5 hektare yang dikuasai PT SSP. Lahan itu sebelumnya dimiliki oleh PT Kusuma Raya Utama (KRU) dan pada tahun 2011 PT KRU pernah berencana membuat proyek perumahan namun berujung batal karena terkendala izin lingkungan.

Pada tahun 2021, melalui mekanisme jual beli, lahan tersebut jadi dikuasai PT SSP. PT SSP sudah mengantongi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang berlaku hingga tahun 2044. PT SSP juga mengantongi NIB dan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (PKKPR) yang terbit pada 28 Februari 2025. Total luas lahan mencapai 225.000 meter persegi.

Dalam peta overlay RTRW Jawa Timur, juga terdapat perubahan tata ruang. Dari zona yang semula hijau (lahan konservasi dan pertanian), kini berubah menjadi kuning (zona perumahan).

Hadi menyebut, jika terjadi deforestasi, dampak yang ditimbulkan bukan hanya bencana. Banjir dan longsor, misalnya. Tetapi juga menurunnya debit mata air. "Sekarang saat musim kemarau, masyarakat sudah merasakan berkurangnya debit air dari sumber," imbuh Hadi.

Perwakilan Perum Perhutani, Yayik menjelaskan, kronologis penguasaan lahan tersebut bermula dari tahun 1984. Saat itu PT KRU mendapat persetujuan dari Kementerian Kehutanan untuk penggunaan kawasan hutan.

Mekanisme yang disetujui Kementerian Kehutanan adalah tukar-menukar lahan. Yayik menyebut, rasio penggantiannya 1 dibanding 10. "Artinya lahan 22,5 hektare di Prigen diganti 225 hektare lahan di Kabupaten Malang dan Blitar," kata Yayik.

Tanah pengganti itu juga masih berada di DAS Brantas. Ini agar fungsi ekologinya tetap seimbang. Menurut Yayik, perusahaan sudah memenuhi seluruh kewajiban sejak tahun 2.000, termasuk ganti rugi tegakan pohon. Secara administratif juga dinyatakan tuntas.

Artinya secara prosedur sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. "Untuk pemanfaatan lebih lanjut, tentu perlu menyesuaikan dengan kondisi kawasan sekarang. Apalagi jika sudah banyak pemukiman dan menjadi jalur air," ujarnya.

Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Pasuruan Samsul Hidayat mengatakan, pihaknya mengakomodir seluruh paparan yang disampaikan dalam audiensi. "Kami tegaskan untuk menindaklanjuti persoalan ini secara serius," ujarnya.

Politisi PKB itu mengaku persoalan ini bukan pertama kali masuk ke meja dewan. Pada periode sebelumnya juga pernah dibawa ke kantor dewan. Oleh karenanya, Samsul berkomitmen menyelesaikan persoalan ini secara terbuka. "Jangan sampai merugikan masyarakat ataupun berdampak pada lingkungan," kata Samsul. (pik/why)


Share to