Desak Perlindungan PMI, Migrant Care Jember Minta DPRD Segera Buat Perda Khusus
Dwi Sugesti Megamuslimah
Wednesday, 16 Oct 2024 19:24 WIB
JEMBER, TADATODAYS.COM - Sampai hari ini Pemerintah Kabupaten Jember belum memiliki peraturan daerah (perda) terkait perlindungan terhadap Pekerja Migran Indonesia (PMI). Padahal, Jember menjadi salah satu wilayah dengan jumlah PMI terbanyak kedua di Jawa Timur.
Melihat kondisi tersebut, Migrant care Jember mendesak DPRD setempat agar membuat peraturan daerah mengenai perlindungan terhadap Pekerja Migran Indonesia (PMI). Terlebih, PMI asal Jember didominasi oleh perempuan.
Koordinator Migrant Care Jember Bambang Teguh Karyanto menyebut pemerintah telah menyediakan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran.
"UU ini sudah menempatkan negara hadir, mulai dari desa, kabupaten, provinsi maupun nasional. Di beberapa pasal sudah ada amanahnya, kewenangannya apa melakukan apa,” katanya usai rapat dengar pendapat dengan Komisi D DPRD Jember, Selasa (15/10/2024).
UU tersebut, kata dia, diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Pelindungan Pekerja Migran. “Pemerintah daerah punya kewajiban untuk memastikan pelindungan sosial. Pemprov Jatim sudah memiliki Perda Pelindungan Pekerja Migran yang cukup bagus,” kata Bambang.
Namun demikian, tak jarang saat bekerja, para PMI menghadapi situasi yang kurang menyenangkan. Mulai dari penyiksaan, penganiayaan hingga kekerasan seksual. Sampai hari ini, tercatat sekitar 86 persen pekerja migran indonesia adalah wanita yang bekerja di bidang domestik sebagai asisten atau pekerja rumah tangga.
"Kami mengapresiasi respon cepat dari para legislatif, melihat diskusi tadi setelah apa yang sudah kami paparkan. Harapannya, komitmen tersebut akan berwujud dalam sebuah regulasi berupa perda PMI," sambungnya.
Dalam pelaksanaannya, kata Bambang, berbicara terkait perlindungan PMI, tidak bisa dikerjakan oleh satu pihak saja. Komitmen dan sinergitas dari para pihak harus ada.
Pekerja migran Indonesia tak hanya membutuhkan perlindungan pada saat di luar negeri, tapi juga pada saat tak lagi bekerja dan menetap di kampung halaman.
Hal ini terlihat dari survei Migrant Care terhadap pekerja migran dan keluarganya yang melibatkan 455 responden pada 2022 dan 35 responden pada 2023-2024 di Desa Dukuhdempok, Wonoasri, Sabrang, dan Ambulu.
Hasilnya, setelah tidak lagi bekerja di luar negeri, eks pekerja migran Indonesia bekerja di 24 jenis usaha. Sebanyak 22,8 persen membuka toko kelontong, 15,8 persen berjualan makanan olahan basah, dan 13,5 persen bekerja sebagai reseller.
"Dengan kompleksitas yang dihadapi pmi, baik dengan keluarganya, anaknya yang ditinggal, pekerja migran yang jadi disabilitas baru, sinkronisasi data yang amburadul, saya kira sinergi berkelanjutan sangat diperlukan untuk realisasi perda pmi," jlentrehnya.
Salah satu upaya pemberdayaan yang dilakukan migrant care terhadap para eks PMI yakni membentuk Desa peduli buruh migran (Desbumi). Saat ini, sudah ada empat desa yang memiliki desbumi hasil binaan dari migrant care. Yakni, Desa Ambulu dan Sabrang di Kecamatan Ambulu, Desa Wonoasri di Kecamatan Tempurejo dan Desa Dukuhdempok, Kecamatan Wuluhan
Desbumi adalah program yang menyediakan layanan untuk pekerja migran di tingkat desa. Layanan tersebut mencakup Pelatihan pra-keberangkatan, Literasi keuangan, Penanganan kasus, Dukungan akses ke layanan dan program pemerintah.
Terpisah, Ketua Komisi D DPRD Jember Sunarsih Khoris menegaskan pihaknya akan berkomitmen dalam penyusunan dan pengesahan Perda terkait PMI pada periode 2024-2029 ini.
"Komisi D akan memperjuangkan bagaimana perlindungan PMI di Kabupaten Jember. Karena kita semua tahu mereka berangkat bukan karena kehendak pribadi melainkan karena beberapa faktor khusus," katanya, Rabu (16/10/2024) sore.
Sunarsih mengakui, sampai hari ini Jember belum memiliki perda terkait perlindungan terhadap para buruh migran.
Menurutnya, dengan tidak adanya perda PMI, Pemkab Jember belum memberikan jaminan perlindungan kepada pekerja migran dan keluarganya. Padahal para PMI tersebut merupakah pejuang devisa negara.
"Dengan diiming-imingi gaji tinggi dan pekerjaan layak, banyak yang tergiur. Namun, jaminan perlindungan, hak, dan keselamatannya selama bekerja justru diabaikan. Banyak yg mengalami kekerasan oleh majikannya selama berkerja," urai Sunarsih.
Belum lagi, kata dia, banyak PMI yang berangkat ke luar negeri menggunakan jalur non presedural alias ilegal. Hal tersebut justru semakin memperbesar resiko permasalahan yang akan datang.
"Kami berharap masyarakat tidak berangkat secara ilegal. Kedepan edukasi terkait hal-hal tersebut kami harap tidak hanya ada di empat desa, tapi di semua desa yang ada di Jember," katanya. (dsm/why)
Share to