Dua Mantan Karyawan Wadul Dewan, Mengaku Uang Pesangon dari Anak Perusahaan Telkom Tidak Adil

Alvi Warda
Alvi Warda

Wednesday, 03 Dec 2025 14:41 WIB

Dua Mantan Karyawan Wadul Dewan, Mengaku Uang Pesangon dari Anak Perusahaan Telkom Tidak Adil

RAPAT: RDP di Komisi III DPRD Kota Probolinggo, Rabu (3/12/2025) pagi.

PROBOLINGGO, TADATODAYS.COM - Dua mantan karyawan PT GSD anak perusahaan PT Telkom, Nahrowi (56) dan Baidowi (55), wadul DPRD Kota Probolinggo soal uang pesangonnya yang dinilai tidak dibayar secara adil atau wajar. Persoalan ini kemudian dibahas dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi III DPRD, Rabu (3/12/2025) pagi. 

Rapat digelar di ruang Komisi III. Selain Nahrowi dan Baidowi, pihak PT GSD, Dinas Perindustrian dan Ketenagakerjaan (Disperinaker) Kota Probolinggo juga dihadirkan.

Nahrowi menceritakan permasalahannya. Ia bekerja sejak 1995, kemudian diputus kontrak tahun 2023. Pria asal Kelurahan Jrebeng Lor, Kecamatan Kedopok, Kota Probolinggo itu hanya diberi pesangon Rp 5 juta. "Itupun dibayar pada Maret 2024. Di situ tidak ada keterangan uang apa," ucapnya.

Jika uang tersebut merupakan uang pesangon, Nahrowi menyebutnya tidak wajar. Sebab, banyak mantan karyawan yang lain seperti sekuriti atau satpam, diberi uang lebih dari Rp 10 juta. "Saya ini sudah sepuh, bukan anak kecil lagi. Saya mengabdi ke perusahaan, tapi kok balasannya begitu," ujarnya.

Nahrowi bekerja sebagai tukang bersih-bersih atau cleaning service. Ia bahkan mengaku sering kali membeli sapu atau peralatan kebersihan lainnya pakai uang pribadi. "Kalau minta ke perusahaan itu lama. Bahkan seusia saya, pakai gunting rumput untuk bersihkan ilalang. Saya sering gak mampu, akhirnya nyewa mesin pembersih rumput sendiri," ujarnya.

Nahrowi memperpanjang kontrak kerja selama setahun sekali. Namun, ia mengaku sering mendapat ancaman pemecatan setiap mengeluh soal kerjaan. "Akhirnya saya mengalah dan kontrak berakhir di tahun 2023," katanya.

Ketua Komisi III DPRD Kota Probolinggo Muchlas Kurniawan bertanya, apakah pernah ada kesepakatan soal besaran pensangon. "Coba pihak perusahaan, saya ingin tahu," ujarnya.

Di pihak PT GSD, ada Fajar Eko, yang merupakan Territory Revenue Office (TRO) atau divisi departemen keuangan. Ia menyatakan, Nahrowi hanya menuntut uang pesangon yang dirasa tidak adil. "Pak Nahrowi ini kan tuntutannya soal uang pesangon, dan sudah dibayarkan," katanya.

Fajar juga menjelaskan perusahaan telah memenuhi hak Nahrowi. Termasuk Iuran BPJS Ketenagakerjaan. "Kalau soal tidak sama nominal, itu saya tidak bisa menjawab, karena tugas saya hanya mendata besaran royalti dan lain-lain. Itu menjadi kewenangan atasan, pak," katanya.

Kepala Disperinaker Kota Probolinggo Retno Fadjar Winarti mengatakan, uang pesangon harus dibayarkan sebesar satu kali gaji per satu tahun. "Aturan PKWT itu pak tertuang di PP nomor 5 tahun 2021. Pekerja kontrak karena masa kontrak habis maka pekerja berhak mendapat uang kompensasi besarannya dihitung jangka PKWT yg telah dijelaskan," katanya.

Retno kemudian menanyakan, apakah kontrak dengan Nahrowi diberikan setiap tahun dan diberi uang pesangon atau tidak. "Karena di kami tercatat PKWT-nya itu berakhir Desember tahun 2022. Apakah sudah diberikan," ujarnya.

Fajar menjawab tidak mengetahui, karena bukan kewenangannya. "Kami menjadi penyedia pihak PT Telkom itu sejak tahun 2023. Jadi kami anak Perusahaan, pak. Sebelum-sebelumnya, dengan penyedia berbeda," ucapnya.

Nahrowi membantah ucapan Fajar. Menurut Nahrowi, ia selalu mengisi absensi di aplikasi dengan tulisan sebagai karyawan PT GSD sejak tahun 2013. "Bahkan di sana ada tulisannya sampai saya pensiun pun ada ketarangannya itu tahun 2025 harusnya," katanya.

Anggota Komisi III DPRD Kota Probolinggo Eko Purwanto kemudian memberi saran agar pihak PT Telkom dihadirkan. "Ini sebenarnya simpel, kita harus tahu detailnya. Biar gak berlarut-larut," katanya.

Anggota Komisi III Robit Riyanto juga memberikan saran agar Fajar menyampaikan saja pada pihak perusahaan. "Ini kan soal besaran uang, monggo disampaikan saja ditambah berapa. Kita juga tidak ingin perusahaan sampean tercoreng," ucap politisi PPP itu.

Baidowi, rekan Nahrowi kemudian bersuara agar perusahaan betul-betul memikirkan nasibnya. "Saya itu sudah capek nunggu. Sampai saya dan Pak Nahrowi ke sini (DPRD, red) ini karena putus asa," ujarnya.

Alhasil, rapat diputuskan agar pihak perusahan melakukan kesepakatan ulang dengan Nahrowi dan Baidowi, dengan tenggat waktu 10 hari. Disperinaker Kota Probolinggo juga diminta untuk mengawasi hasil kesepakatan. (alv/why)


Share to