Pelibatan Influencer di Pilkada Jember 2024, Kecerdasan Pemilih Penting

Andi Saputra
Andi Saputra

Wednesday, 19 Jun 2024 18:08 WIB

Pelibatan Influencer di Pilkada Jember 2024, Kecerdasan Pemilih Penting

JEMBER, TADATODAYS.COM - Influencer atau pembawa pengaruh wacana publik, kini mendapat tempat tersendiri. Warganet mulai menjadikannya sumber rujukan dalam urusan mencari informasi, termasuk urusan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Jember. Tak heran, para kandidat berlomba menggaet influencer sebagai mitra berjuang untuk mempengaruhi persepsi publik.

Hingga saat ini, setidaknya ada dua kandidat bakal calon bupati (bacabup) Jember yang telah bertemu para influencer. Keduanya adalah Muhammad Fawait atau Gus Fawait dan Bupati Jember saat ini Hendy Siswanto.

Gus Fawait bertemu influencer di Kota Cinema Mall (KCM) Kecamatan Kaliwates, Sabtu (1/6/2024) lalu. Dalam pertemuan yang diinisiasi Serikat Muda Lintas Profesi Indonesia (SEDASI) itu, Gus Fawait mengajak puluhan influencer, selebgram, dan Gen-Z yang hadir untuk memilih calon pemimpin muda. Dalam hal ini, pemimpin muda itu adalah dirinya sendiri.

Sementara, Petahana Hendy Siswanto dua pekan setelahnya melakukan hal yang sama. Puluhan influencer dikumpulkan olehnya di Pendopo Wahyawibawagraha, Sabtu (15/6/2024).

Berbeda dengan Gus Fawait, dalam pertemuan bertajuk Ngopi #BarengBupati tersebut, orang nomor satu di Jember itu bersikap lebih landai. Ia tak langsung mengajak influencer untuk mendukung dirinya di Pilkada 2024.

Hendy memilih menggunakan bahasa lebih umum dengan mengatakan agar para influencer memiliki semangat yang sama untuk memajukan Jember.

Ia meminta puluhan influencer untuk mengambil peran dengan cara mengenalkan Jember ke tingkat nasional maupun internasioal dengan kemampuan masing-maisng.

Menanggapi fenomena Bacalon menggaet influencer tersebut akademisi Universitas Islam Negeri KH Achmad Siddiq (UIN KHAS) Dr. Kun Wazis Jember menyebut sebagai fenomena yang wajar. Menurutnya fenomena itu muncul sebagai bagian dari budaya cyber yang muncul seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi digital.

Penggunaan influencer untuk membentuk wacana publik, kata dia, memang sebagai keniscayaan. Namun yang perlu diwaspadai, menurut Ketua Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) itu, adalah bagaimana informasi-informasi dari influencer itu dihadirkan di ruang publik secara jernih dan kredibel.

Kun mengkhawatirkan para influencer yang terlibat tidak memiliki kompetensi memadai dan hanya bertumpu pada jumlah follower, like, atau subcriber. Oleh karena itu, dalam peniliannya, kehadiran influencer dapat dimaklumi apabila memiliki kompetensi serta mampu menerjemahkan calon yang bersangkutan dalam koridor yang benar dan tidak melakukan black campaign.

"Kalau sekedar mengandalkan follower, like, atau subcribe, itu tidak mewakili sebenarnya," kata Kun kepada tadatodays.com, Rabu (19/6/2024).

Untuk mengantisipasi potensi bias informasi yang dihadirkan influencer. Kun menyarankan agar masyarakat menjadi pemilih cerdas.

"Karena ini (sosial media, red) ruang publik yang bisa diakses oleh siapapun. Kecerdasan pemilih sangat penting," kata dia.

Dalam rangka menjadi pemilih cerdas di era digital dengan gempuran beragam influencer, Kun memberikan tips dengan istilah CCTV. Yakni, Cek, Cermati, Teliti, dan Verifikasi.

"Pemilih tidak boleh kemudian melihat satu tayangan, kemudian mengambil keputusan, tapi perlu cek and ricek," jelasnya.

Hal itu penting dilakukan karena menurut pengamatannya, konstruksi di sosial media berciri konstruksi "positif". Dimana saat dilakukan cek, realitas di lapangan banyak ditemui aspek negatifnya.

Kun berpandangan pemilih cerdas itu tidak hanya mengandalkan tayangan dan retorika dari influencer semata tetapi juga terlibat secara aktif untuk melakukan pemeriksaan informasi lebih dalam.

"Di Pilkada 2024 harus jadi pemilih cerdas, pemilih rasional, dan selalu memverifikasi informasi di ruang publik," tambahnya.

Senada dengan Kun Wazis Koordinator JEPR Jember Irham Fudaruzziar menyebut menggandeng influencer sah, dengan catatan tidak digunakan untuk black campaign.

Berdasar temuannya, influencer yang ada di Kabupaten Jember masih belum menyentuh subtansi edukasi politik. Dimana sejumlah konten yang diproduksi masih konten negatif, bahkan cenderung mengarah pada black campaign. Untuk itu ia mengajak para pemilih melek literasi digital agar tidak termakan bias informasi atau hoaks.

"Pesan untuk seluruh pemilih, tetap waspada. Terus tingkatkan literasi digital," kata Irham melalui pesan tertulis pada tadatodays.com.

Sementara itu, pendapat lain disampaikan Koordinator Pendidikan Hukum dan Politik PAR Alternatif Indonesia Ahmad Deni Rofiqi. Ia mengatakan, jika benar influencer dilibatkan, seyogyanya tidak hanya diagendakan untuk mendulang suara calon. Lebih dari itu, kata dia, influencer harus menjadi katalisator pendidikan politik.

"Jika benar dilibatkan, justru bagus. Mereka (influencer, red) bisa sekaligus edukasi politik," katanya.

Deni mengatakan hal-hal mendasar mengenai Pilkada sebagai agenda tranformasi sosial harus dipahami secara mendalam, terutama oleh pemilih pemula. Sehingga politik Pilkada tidak sekedar dimaknai sebagai agenda pragmatis lima tahunan para polisi.

"Sekali lagi jika dilibatkan, Influencer harus memiliki pemahaman yang utuh mengenai Pilkada," tambahnya. (as/why)


Share to