Terancam Digusur, Warga Sumberlele Wadul ke Dewan

Hilal Lahan Amrullah
Hilal Lahan Amrullah

Friday, 10 Jan 2020 19:50 WIB

Terancam Digusur, Warga Sumberlele Wadul ke Dewan

MILIK NEGARA: Rumah-rumah warga ini berdiri di atas tanah negara. Mereka terancam digusur.

KRAKSAAN, TADATODAYS.COM - Sejumlah warga Desa Sumberlele, Kecamatan Kraksaan, Kabupaten Probolinggo, mengadu ke DPRD setempat, Kamis (9/1). Penyebabnya, rumah yang mereka tempati di lahan pengairan terancam digusur. Itu terjadi karena Agraria dan Tata Ruang (ATR) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kantor Pertanahan Kabupaten Probolinggo menerbitkan sertifikat hak milik (SHM) tanah itu, atas nama Hakimuddin, warga Desa Sumberlele, Kecamatan Kraksaan, Kabupaten Probolinggo.

Juga, 70, pemilik rumah yang terancam digusur mengaku heran dengan diterbitkannya sertifikat tersebut. Pasalnya, di awal mendirikan rumah, ia mengatakan, tanah itu milik pemerintah. Ia pun hanya memiliki hak pakai.

“Awalnya rumah saya berdinding bambu. Karena itu saya diberi bantuan bedah rumah. Rumah (hasil) bedah rumah itu mau digusur. Saya sudah lama tinggal di sana. Mulai muda, sekarang sudah tua. Saya ingin tidak dibongkar, kalau dibongkar saya tidak punya tanah,” terang Juha di hadapan anggota dewan.

Senada dengan Juha, penjual es degan, Muhammad Hasan Sanah mengatakan memang tanah itu dasarnya adalah tanah negara. “Bukan saya beli tanah negara, bukan saya jual tanah negara, tidak. Saya menempati tanah negara,” terang Hasan Sanah.

Menurutnya waktu pengurusan sertifikat milik Hakimuddin, pihaknya merantau ke Batam. Namun, istrinya dibawa ke notaris diminta tandatangan tanpa sepengtahuan suami. Aksi itu yang dicurigai Hasan sebagai langkah mensertifikasi tanah.

Ia juga mengaku heran dengan berdirinya minimarket waralaba di atas tanah negara. Sebab artinya, tanah negara itu disewakan. “Dibuat bisnis disewakan. Saya menempati tanah ini sudah puluhan tahun. Saya tidak keberatan, kalau memang mau digusur, maka digusur semua, dari utara sampai ke selatan. Sama–sama  milik negara. Tapi kenapa kalau rakyat miskin tidak dibela, kalau orang kaya dibela, (padahal) sama-sama warga Indonesia,” jelasnya.

Pihaknya menambahkan sertifikat atas nama Hakimuddin tiba-tiba terbit. Padahal pemilik sertifikat itu, menurut Hasan belum lama tinggal di desa setempat. “Dia itu asli Wangkal, kalau saya asli sini. Kalau Hakimuddin tanah negara dibuat bisnis, kalau saya untuk tidur untuk jualan untuk makan sehari-hari. Penjual bensin, es tebu, es degan dan enam rumah mau digusur. Luasnya 60 meter persegi. Tapi di sertifikat tercatat 550 meter persegi. Tanah negara yang mau hilang, saya membela negara supaya tidak hilang,” jelasnya.

Jika nanti digusur, Hasan dan warga lainnya bingung untuk tinggal dimana. Pasalnya mereka tidak punya tanah. “Buat makan saja susah tiap harinya,” jelasnya.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Probolinggo, Lukman Hakim, mengatakan anggota dewan akan mengadakan rapat koordinasi bersama pimpinan DPRD setempat. Pasalnya politisi DPC PKB Kabupaten Probolinggo, ini sudah menerima data dari pihak pengadu. “Nanti kita rekomendasikan kepada komisi terkait untuk turun ke lapangan melihat yang diadukan kepada kita,” terang Lukman Hakim.

Terkait pembentukan tim khusus untuk lakukan pengecekan aset negara yang digunakan secara pribadi, Lukman mengatakan itu menjadi proses selanjutnya. Sedangkan proses awal  DPRD setempat akan memfasilitasi dengan forum mediasi. “Kita selanjutnya merekomendasikan tempat tersebut kepada komisi-komisi. Kita belum melakukan investigasi. Komisi A yang menangani,” terangnya.

Lukman berharap dengan investigasi, akan lebih jelas, mana itu tanah milik negara, dan mana tanah yang bukan milik negara. Terkait SHM, Lukman menyatakan hal itu bisa dibatalkan di ranah pengadilan. “Ini kan bukan dari sisi hukum saja, tapi juga dari sisi keadilan. Ini saya minta data. Kalau forum ini sudah mentok, ke pengadilan,” ungkapnya.

Terpisah Staf Bagian Hukum Pemerintah Kabupaten Probolinggo, Muhammad Shiddik mengatakan jika sudah terbit SHM, maka itu yang menjadi pegangan. Pasalnya dari sisi hukum, itu sudah sah. Sedangkan pendirian bangunan di atas tanah negara pihaknya meminta untuk melihat prosesnya di pengadilan. “Kalau mau digugat monggo di pengadilan. Itu masalah benar salah , kalau sisi hukum dilihat dari SHM, jika SHM terbit, itu yang jadi pegangan. Misalkan mau dibatalkan, monggo di pengadilan,” terang Muhammad Shiddik.

Pihaknya menyatakan bahwa pemilik SHM, itu punya dasar hukum berupa sertifikat. Selama pemilik itu punya SHM, maka tanah tersebut adalah hak pemilik SHM. “Tapi ini jadi bingung, gara-gara di tanah pengairan ada SHM. Mungkin bisa diproses pengadilan,” jelasnya. (hla/hvn)


Share to