Belanja Barang dan Jasa Rp 1,8 M di APBD 2024 Jadi Catatan BPK, Dibahas Banggar DPRD Kota Probolinggo

Alvi Warda
Tuesday, 27 May 2025 06:08 WIB

RAPAT: Badan Anggaran DPRD Kota Probolinggo membahas LHP BPK tahun anggaran 2024.
PROBOLINGGO, TADATODAYS.COM - Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Probolinggo menggelar Rapat Pembahasan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK APBD 2024, Senin (26/5/2025). Pengadaan barang dan jasa senilai Rp 1,8 miliar oleh 13 Satuan Kepala Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Kota Probolinggo menjadi catatan.
Rapat tersebut digelar di Ruang Paripurna DPRD Kota Probolinggo sejak pukul 09.30 WIB. Wakil Ketua I DPRD Kota Probolinggo Abdul Mujib bertanya pada seluruh kepala perangkat daerah yang hadir, apa maksud dari catatan BPK soal pengadaan barang dan jasa sebanyak Rp 1,8 miliar yang menjadi catatan BPK. "Coba siapa yang bisa jelaskan ini?" ujarnya.
Pada catatan BPK, ada temuan pengadaan barang dan jasa sebanyak Rp 1,8 miliar yang berada di 13 SKPD Pemkot Probolinggo. "Kenapa menjadi catatan BPK? Apakah tidak sesuai perencanaan? Lalu ini merupakan kerugian atau bagaimana?" tanya Mujib.
Kepala Bappeda Litbang Kota Probolinggo Diah Sajekti menjawab pertanyaan Mujib. Ia mengatakan ada kesalahan persepsi yang dipahami oleh 13 SKPD. "Jadi seharunya itu masuk belanja modal, namun ada salah persepsi sehingga direncanakan sebagai belanja pengadaan barang dan jasa," katanya.
Diah merinci, misalkan ada penambahan nilai aktiva suatu pengadaan sehingga harus masuk pada belanja modal. Lalu misalkan penerapan umur ekonomis suatu pengadaan, yang pada periode tertentu seharunya masuk dalam belanja modal. "Namun dipersepsi kami masuk belanja barang dan jasa," katanya.
Sehingga, lanjut Diah, 13 SKPD tersebut harus memahami nilai-nilai atas belanja. "Berikutnya seingat kami, akan dilakukan reklas atas belanja. Jadi mengubah klasifikasi atau penggolongan belanja," ujarnya.
Kemudian Mujib kembali bertanya, apa penyebab kesalahan persepsi hingga menjadi catatan BPK tersebut. "Apakah human error? Kan seharusnya sudah dilakukan perencanaan? " ucapnya.
Asisten Administrasi Umum Retno Fadjar menjawab, dalam praktiknya ada kesalahan persepsi. Jika SKPD memandang itu termasuk belanja barang dan jasa, namun bagi BPK termasuk belanja modal. "Sehingga kalau pengadaan sudah dilakukan dan dituangkan ke laporan keuangan, maka kedepannya harus dilakukan reklasifikasi," katanya.

Selanjutnya, SKPD harus lebih teliti. Jika belanja melebihi rekapitalisasi, maka harus masuk anggaran belanja modal, bukan barang dan jasa. "Kita memiliki akuntansi yang menghitung itu, BPPKAD yang bisa menjawabnya," ujarnya.
Kepala BPPKAD Kota Probolinggo Ratri Dian Sulistyawati mengatakan butuh waktu untuk menyusun reklasifikasi. "Sebab kami harus tahu yang berubah itu nilainya berapa. Misalkan pemeliharaan gedung, itu kan belum tahu dipelihara seperti apa dan berapa anggaran setiap aspeknya," katanya.
Setiap aspek pemeliharaan itu, lanjut Ratri, baru akan diketahui jika telah dilakukan. "Maka nanti akan bisa direklas masuk belanja modal," tuturnya.
Saat diwawancara, Abdul Mujib mengatakan munculnya temuan karena dalam pelaksaan kegiatan tidak sesuai dengan RKA. Namun, 13 SKPD malah penganggaran dalam RKA nya yang di salahkan. "Idealnya mestinya semua OPD bekerja sesuai dengan apa yang sudah ada dalam RKA, nah ini justru tidak sesuai dengan RKA," ujarnya.
Menurut Politisi PKB itu, bukan RKA yang salah namun pelaksanaannya tidak sesuai dengan RKA. Sehingga bisa menjadi menjadi temuan kerugian negara. "Perencaan ini sudah cukup matang, sebab sudah melalui pembahasan yang panjang di DPRD, sehingga sangat nafi ketika proses perencaan sedari awal ujung-ujungnya dinilai salah," ujarnya.
Karena itu, lanjut Mujib, ada indikasi menghindari kerugian negara sehingga di buat catatan kesalahan penganggaran yang akhirnya hanya pembetulan administrasi. "Padahal memang terjadi pekerjaan yang tidak ada dalam perencaan tapi nekat tetap di laksanakan," tuturnya. (alv/why)

Share to
 (lp).jpg)