CFD Kota Probolinggo Pindah ke Jalan Suroyo, Gereja Hanya Berharap Akses dan Peribadatan Tidak Terganggu

Alvi Warda
Monday, 21 Jul 2025 19:23 WIB

PERIBADATAN: Gereja Katolik, salah satu gereja yang berdiri di ruas Jalan Suroyo Kota Probolinggo.
PROBOLINGGO, TADATODAYS.COM - Terkait rencana pemindahan Car Free Day (CFD) atau Pasar Minggu alun-alun Kota Probolinggo ke ruas Jalan Suroyo mulai Minggu (27/7/2025), pihak gereja menyatakan pendapat. Mereka hanya berharap peribadatan tidak terganggu dan akses jalan tetap lancar.
Ada tiga gereja yang berdiri di sepanjang ruas Jalan Suroyo. Masing-masing adalah Gereja Katolik Paroki Maria Bunda Karmel, Gereja Kristen Toraja (GKT) Sola Gratia, dan Gereja Protestan Indonesia bagian Barat (GPIB) atau dikenal Gereja Merah.
Pendeta GPIB Kota Probolinggo Wiwik mengatakan telah mengirim surat dan bertemu langsung dengan Wali kota Aminuddin. "Iya, kami sudah sampaikan melalui surat juga secara lisan kepada Pak Wali, bahwa sebenarnya kami keberatan dengan dipindahkannya CFD di Jalan Suroyo," ujarnya melalui pesan singkat, pada Senin (21/7/2025).
Keberatan itu dilatarbelakangi kekhawatiran akan terganggunya aktivitas ibadah jemaat. Sebab, Jalan Suroyo merupakan akses utama menuju gereja. Kehadiran ratusan pedagang dan pengunjung CFD dikhawatirkan akan menyebabkan kemacetan dan kesulitan akses bagi jemaat yang akan beribadah. "Kami ada lahan parkiran di dalam halaman gereja," katanya.
Diberitakan sebelumnya, rencana pemindahan CFD atau Pasar Minggu alun-alun ke Jalan Suroyo ini telah dibahas wali kota bersama perwakilan tokoh agama, Jumat (18/7/2025) siang lalu. Pihak gereja pada dasarnya menyanbut baik dan mengapresiasi kebijakan wali kota dalam menata PKL dan UMKM untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Hanya masalah akses jalan untuk jemaat dan potensi gangguan suasana keramaian yang dikhawatirkan mengganggu peribadatan. Karenanya, dalam pertemuan itu, Wali Kota dr Aminuddin memastikan bahwa akan ada akses khusus bagi yang beribadah, sehingga tidak menyulitkan. Terutama para lansia. Selain itu, juga dipastikan tidak ada gangguan sound system.
Pendeta Wiwik juga menyatakan, wali kota sebenarnya telah menyampaikan komitmen untuk mengatur aktivitas CFD agar tidak mengganggu kegiatan keagamaan. "Pak Wali menyampaikan bahwa akan diatur sedemikian rupa agar akses ke tempat ibadah tetap bisa berjalan," jelasnya.
Terkait masalah parkir yang menjadi salah satu kekhawatiran utama, pihak gereja menyatakan tetap memakai lahan parkir di dalam halaman gereja. "Kata Pak Wali akan diberi prioritas untuk anak-anak dan lansia yang akan ibadah supaya boleh parkir di halaman gereja. Kemarin audiensi juga ada Dishub, kita lihat saja implementasinya bagaimana" ucapnya.
Hal senada disampaikan Pendeta Gereja Katolik Paroki Maria Bunda Karmel Kota Probolinggo Romo Agis. Ia menyampaikan, selama ini jemaah parkir kendaraan di halaman markas Polisi Militer utara gereja.

"Kami sangat memperhatikan ketertiban umum, apalagi saat misa Sabtu sore dan Minggu pagi dan Minggu sore yang jumlah umatnya banyak," ungkap Romo Agis dalam pernyataannya.
Nantinya, jika CFD terlaksana jemaat akan diberi lahan parkir di halaman Satpol PP Kota Probolinggo. Ia berharap, akses tersebut tidak menghalangi ibadah. "Jalan tengah yang ditempuh adalah kami diberi akses masuk dan keluar, juga jaminan keamanan sehingga peribadatan tidak terganggu," katanya.
Sementara itu, Pendeta Gunawan dari Gereja Sola Gratia Probolinggo berpendapat dari aspek konstitusional dalam kebijakan pemindahan Car Free Day (CFD) ke Jalan Suroyo. Dia mempertanyakan prioritas antara program pemerintah dengan hak konstitusional warga untuk beribadah, terutama terkait akses bagi kelompok rentan.
"Saya tidak bisa mengomentari apa yang belum terjadi. Tetapi saya punya pendapat bahwa tanggung jawab pemerintah menolong warganya untuk bisa menjalankan hak yang diatur konstitusi seperti Pancasila dan UUD 45 untuk beribadah," katanya melalui sambungan telepon.
Menurut Pendeta Gunawan, pemerintah memiliki kewajiban konstitusional untuk memastikan warga dapat menjalankan hak beribadah tanpa hambatan. "Khususnya akses untuk anak kecil dan jemaat lanjut usia," katanya.
Pendeta Gunawana menyampaikan kekhawatiran khusus terhadap jemaat lanjut usia dan anak-anak yang membutuhkan akses khusus ke tempat ibadah. Berdasarkan pengalaman selama ini, kelompok ini memerlukan layanan antar-jemput dengan kendaraan pribadi.
"Pada kenyataannya, anggota kita yang lanjut usia dan anak-anak itu biasanya kita antar jemput pakai mobil, turun di halaman gereja, nanti juga diantar lagi. Nah, kalau sampai itu nanti terhalang, otomatis berarti ada hak konstitusi yang tidak bisa terlaksana," jelasnya.
Meski demikian, pendeta Gunawan tetap mendukung kebijakan Pemkot Probolinggo asal tidak timpang sebelah. "Jalan itu kan punya pemerintah, kita tetap dukung. Asalkan hak kita sebagai umat beragama juga didukung," tuturnya. (alv/why)

Share to
 (lp).jpg)