GP Ansor Kencong Sebut Perlu Forum Bersama terkait Penyelesaian Masalah Sound Horeg

Dwi Sugesti Megamuslimah
Thursday, 24 Jul 2025 15:47 WIB

ANSOR: Ketua GP Ansor Kencong Agus Nur Yasin saat dihubungi melalui sambungan zoom.
JEMBER, TADATODAYS.COM - Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kecamatan Kencong, Agus Nur Yasin, menanggapi polemik fatwa haram dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur terkait penggunaan sound horeg. Ia menilai, perlu ada forum bersama yang mempertemukan berbagai pihak, bukan justru membebankan penyikapan sepihak kepada kepala daerah.
“Fatwa MUI itu sudah menjadi bagian dari tugasnya menyampaikan panduan kepada umat. Tapi jangan sampai kemudian kepala daerah dibebani untuk segera merespons atau dianggap gagal memimpin jika tidak bersuara. Itu justru bisa menimbulkan kegaduhan baru,” kata Agus, Kamis (24/7/2025).
Ia menegaskan, pelarangan sound horeg perlu dijelaskan secara teknis dan terbuka. Terutama jika pelarangan tersebut terkait volume suara, joget yang dianggap tidak pantas, atau aspek lainnya. “Kalau memang soal volume, ya diatur saja berapa desibelnya. Jangan semua dianggap haram. Ini yang membingungkan masyarakat,” ujarnya.
Menurut Agus, fenomena sound horeg di masyarakat memang menimbulkan pro dan kontra. Namun, penyikapan tidak boleh dilakukan sepihak.
Ia mendorong agar pemerintah provinsi, MUI Jatim, dan Polda Jatim segera duduk bersama dengan para pelaku usaha untuk merumuskan aturan teknis. “Jangan sampai karena tidak ada kejelasan, masyarakat jadi gaduh dan saling menyalahkan. Padahal masih banyak agenda penting lain yang harus difokuskan kepala daerah,” tambahnya.
Agus juga menyinggung banyaknya izin keramaian menjelang Agustusan yang tertahan di kepolisian. Ia menyarankan agar kepolisian segera berkoordinasi dengan Polda dan pemerintah provinsi untuk memperjelas posisi hukum penggunaan sound horeg.

“Fatwa ini jangan jadi bola liar. Harus segera diurai lewat forum resmi agar masyarakat dapat kepastian,” pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Jember Sound System Community (JSSC), Arief Sugiartani juga menilai bahwa fatwa tersebut belum memiliki penjabaran yang rinci sehingga menimbulkan kebingungan di masyarakat.
Pihaknya tak menolak adanya aturan, selama regulasi yang dibuat jelas dan tidak merugikan satu pihak pun. “Pada prinsipnya kami tidak menolak. Tapi harus diperjelas, mana yang dianggap melanggar. Apakah dari sisi suara, tarian, atau lainnya. Itu yang kami minta supaya tidak multitafsir,” ujar Arief saat ditemui sejumlah wartawan, Kamis siang.
Ia menambahkan, JSSC telah mengirimkan surat resmi ke DPRD Jember untuk meminta audiensi melalui rapat dengar pendapat (RDP). Tujuannya agar semua pihak dapat menyampaikan pandangan secara terbuka.
“Kalau memang perlu dibuat surat edaran, Perbub, bahkan Perda, kami siap. Asalkan seluruh pihak dilibatkan dan aspirasinya diakomodasi, baik dari yang pro maupun kontra,” sambungnya. (dsm/why)

Share to
 (lp).jpg)