Sopir Ambulans Desa di Jember Sudah 6 Bulan Tak Digaji, Akhirnya Mengadu ke DPRD

Dwi Sugesti Megamuslimah
Friday, 27 Jun 2025 18:42 WIB

MENGADU: Dari kiri, sopir ambulans Desa Arjasa, Leo Atta Pranata bersama Satrali sopir ambulans Desa Mulyorejo, Kecamatan Silo saat mendatangi Wakil Ketua DPRD Jember Widarto.
JEMBER, TADATODAYS.COM - Dua sopir ambulans desa di Jember mengeluh belum menerima gajinya selama enam bulan terakhir. Mereka akhirnya mendatangi gedung DPRD Jember, Jumat (27/6/2025) untuk mengadu dan minta kejelasan pembayaran gajinya yang tertunda sejak Januari 2025.
Leo Atta Pranata, sopir ambulans Desa Arjasa, mengungkapkan bahwa pembayaran gaji terakhir diterima pada Desember 2024. Ia dan rekan-rekannya telah berupaya berkomunikasi dengan pihak Dinas Kesehatan, namun hingga kini belum ada solusi pasti.
“Kita sudah ketemu dengan Sekretaris Dinas Kesehatan dan bagian kepegawaian. Tapi terakhir bulan April cuma disuruh nunggu. Katanya menunggu regulasi baru dan pergeseran anggaran,” katanya saat di kantor DPRD Jember.
Leo mengaku honor bulanan mereka sebelumnya sebesar Rp 1.750.000 yang dibayarkan melalui transfer. Namun sejak Januari 2025, pembayaran terhenti.
Selama enam bulan tanpa gaji, ia terpaksa bekerja serabutan seperti ojek dan mengantar katering demi kebutuhan keluarga. “Saya sudah berkeluarga, punya tiga anak. Yang paling besar masih SD,” ungkapnya.
Meski tanpa gaji, Leo tetap bertugas mengantar pasien 15–20 kali per bulan. Ia berharap pemerintah segera mencarikan solusi. “Kami masih melaksanakan tugas, berharap hak kami segera dibayarkan,” tegasnya.

Hal serupa diungkapkan Satrali, sopir ambulans Desa Mulyorejo yang bertugas di Puskesmas Siloam 2. Pria berusia 57 tahun itu juga belum menerima honor sejak Januari. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, ia bekerja memetik kopi di kebun orang lain. “Sekarang kerja metik kopi untuk makan sehari-hari,” kata Satrali.
Selain persoalan honor yang mandek, Satrali juga menceritakan beratnya medan pengantaran pasien di wilayah pedesaan. Menurutnya, akses jalan di Dusun-dusun Desa Mulyorejo sangat sulit, apalagi saat malam hari.
“Jalannya bukit-bukit, parah. Kalau malam susah, enggak ada teman. Paling sulit kalau ambil pasien melahirkan, kadang jaraknya jauh, sampai ibunya perdarahan. Pernah dua kali kejadian fatal, ibu sama bayinya meninggal,” ungkapnya.
Satrali menambahkan, jarak tempuh dari wilayahnya ke Rumah Sakit bisa mencapai 45 kilometer. “Paling parah itu di Mulyorejo, dari wilayah ke rumah sakit itu 45 kilo,” katanya.
Menurut keduanya, pihak Puskesmas hanya meminta mereka menunggu kabar tanpa kejelasan waktu. Leo menambahkan bahwa masalah gaji sopir ambulans desa sebenarnya sempat diatur dalam surat edaran yang membolehkan pembayaran lewat sistem BLUD, namun pelaksanaannya belum jelas di lapangan.
Kedatangan mereka ke DPRD Jember diharapkan bisa membuka jalan penyelesaian masalah. “Harapannya ya ada solusi supaya gaji kami dibayar. Karena kami ini tetap mengabdi pada masyarakat,” tandas Leo. (dsm/why)

Share to
 (lp).jpg)