Sound Horeg di Jember Tetap Jalan, DPRD Beri Sejumlah Catatan

Dwi Sugesti Megamuslimah
Monday, 28 Jul 2025 17:18 WIB

SOAL SOUND HOREG: RDP Komisi A DPRD Jember bersama pengusaha sound horeg serta beberapa instansi terkait.
JEMBER, TADATODAYS.COM - Komisi A DPRD Kabupaten Jember menyebut tidak ada larangan terhadap penggunaan sound system atau yang selama ini dikenal dengan sebutan sound horeg. Tapi, ada beberapa catatan.
Hal itu disampaikan usai rapat dengar pendapat (RDP) bersama pelaku usaha, pihak kepolisian, dan perwakilan instansi terkait, Senin (28/7/2025).
Salah satu pengusaha sound system asal Jember, Arief Sugiartani, menyampaikan bahwa selama ini kegiatan yang melibatkan penggunaan sound system tetap berjalan seperti biasa. “Tidak ada pelarangan. Dari hasil rapat disampaikan bahwa tidak ada masalah dengan sound system, baik dari kepolisian maupun dari pemerintah daerah,” ujarnya.
Menurut Arif, polemik mengenai “sound horeg haram” berangkat dari kesalahpahaman atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ia menegaskan bahwa yang menjadi persoalan adalah konten acaranya, bukan sound system-nya.
Ketua Komisi A DPRD Jember Budi Wicaksono (kanan).
"Yang disebutkan bermasalah itu penampilannya, seperti pakaian yang tidak seronok atau perilaku mabuk-mabukan. Itu yang harus diawasi,” terangnya.
Terkait wacana pembatasan volume maksimal hingga 85 desibel, Arief menilai aturan tersebut perlu dikaji lebih dalam. Menurutnya, sound system digunakan juga dalam acara keagamaan seperti selawatan atau pengajian, yang kerap kali volumenya juga tinggi.
“Kalau bicara desibel, harus adil. Jangan hanya ditujukan pada sound horeg. Bahkan bayi menangis pun bisa di atas 100 desibel,” jelasnya.
Arief menambahkan bahwa selama ini pihaknya selalu memberikan arahan kepada penyewa agar penampilan para pengisi acara tetap sopan. “Kami ini penyedia sound, bukan penyelenggara acara. Tapi tetap kami sampaikan ke panitia agar penampilan para dancer tidak vulgar,” katanya.

Ketua Komisi A DPRD Jember, Budi Wicaksono, menyebut bahwa tidak ada pelarangan terhadap keberadaan sound horeg. "MUI tidak melarang sound horeg. Yang dilarang itu, pertama, pakaian seronok. Karena ini bisa berdampak negatif terhadap anak-anak didik kita dan jelas melanggar norma-norma agama," ujar Politisi Partai Nasdem itu.
Selain soal pakaian, Budi juga menekankan pentingnya keterlibatan Muspika di tingkat kecamatan untuk menyetujui penyelenggaraan kegiatan. Pasalnya, hingga saat ini pihak kepolisian belum dapat menerbitkan izin karena masih menunggu regulasi baru dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
“Selama ini izin masih belum bisa dikeluarkan karena menunggu aturan baru dari gubernur. Edarannya belum turun,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan agar kegiatan hiburan tidak disusupi oleh praktik minum-minuman keras dan tidak sampai menimbulkan kerusakan fasilitas publik.
“Tidak boleh ada miras dalam acara. Kalau sampai sound system menyebabkan kerusakan, misalnya genteng rumah warga jatuh, itu sudah masuk ranah pengrusakan. Bukan lagi karnaval,” tegasnya.
Poin penting lainnya, kata Budi, adalah menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). Ia memastikan pihak kepolisian akan tetap hadir di lokasi acara, meskipun belum ada perizinan resmi.
“Kamtibmas adalah yang paling utama. Kalau sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, maka kegiatan bisa diberhentikan langsung oleh pihak berwenang,” sambungnya.
Sementara itu, regulasi dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur disebut masih dalam tahap pembahasan. Budi berharap sebelum aturan resmi turun, diperlukan kesepahaman antar pihak untuk mencari solusi terbaik.
"Agustus sudah dekat. Masyarakat sudah siap tampil, sudah latihan. Jangan sampai nanti justru membuat mereka bingung dan kehilangan mata pencaharian,” katanya. (dsm/why)

Share to
 (lp).jpg)