Datangi Komisi A, FOR KOMPAK-KPE Mengadu soal Dugaan Penipuan Kredit

Iqbal Al Fardi
Monday, 21 Aug 2023 22:35 WIB

JEMBER, TADATODAYS.COM - Sejumlah orang yang mengatasnamakan diri Forum Korban Paket Kredit Ketahanan Pangan dan Energi Kabupaten Jember (FOR KOMPAK-KPE) mendatangi Komisi A DPRD Jember, Senin (21/8/2023) siang. Mereka datang untuk mengadukan soal dugaan penipuan kredit.
Ketua FOR KOMPAK-KPE Joni Budi Utomo mengatakan, persoalan tersebut bermula pada tahun 2012 Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) saat itu mencantumkan petani fiktif. "Data yang diajukan ke BRI semua data aspal. Pengajuan RDKK, tanda tangan, dipalsukan semua," paparnya usai rapat dengar pendapat (RDP), Senin siang.
Joni menduga, ada kolusi antara Asosiasi Petani Kacang Tanah Indonesia dengan pegawai BRI. Sehingga, ia mengatakan, oknum tersebut dengan mudah mengacak-acak data yang diajukan ke BRI.
"Jadi RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani, red) yang diajukan untuk kredit itu meskipun palsu bisa mulus. Sedangkan korban-korban ini ialah kita yang memiliki agunan dalam bentuk sertifikat, akta ke BRI untuk program itu," katanya.
Joni mengatakan bahwa masyarakat yang hadir dalam RDP tersebut bukanlah petani kacang tanah. "Saking pintarnya mereka menggiring itu, bisa dimasukkan ke petani kacang tanah," katanya.
Joni mengaku bahwa pihaknya tidak mengetahui bahwa tawaran kredit tersebut termasuk KKP-E. Ia mendapatkan informasi tersebut melalui temannya. "Ada orang yang mencari, kemudian ada orang BRI yang memang menawari di sana, kalau kita tahu sebenarnya, kita tidak mau mengajukan itu," jelasnya.
Jaminan yang diberikan menurut Joni merupakan jaminan untuk banyak orang, bukan hanya bagi penjaminnya sendiri. Joni mengatakan bahwa dirinya harus menjamin 35 orang. "Dengan tiga sertifikat dengan nominal Rp 500 juta. Padahal minjam sendiri Rp 20 juta," katanya.
Jika merujuk pada Pedoman Teknis KKP-E, besaran maksimal KKP-E ialah sekitar Rp 9 juta. "Jadi kalau ada yang lebih dari itu tanda tanya, kok bisa? Karena diatasnamakan kelompok tani. Jadi yang bermasalah bukan KKP-E, tapi pembobolan BRI oleh oknum," jelasnya.
Dalam pedoman tersebut dijelaskan besaran KKP-E maksimal bagi kelompok tani untuk pengadaan pangan, yaitu sebesar Rp 500 juta. Akad ditandatangani pada Agustus tahun 2012. "Kebanyakan teman-teman memperoleh dana sebelum SPK. Saya dapat dana pada 2010, ketika reuni SMA," terang Joni.

Rp 20 juta yang Joni terima dipotong dengan sertifikasi tanah. Iai menyebutkan bahwa dirinya mendapatkan uang sebesar sekitar Rp 14-16 juta. "Ketika jadi sertifikat (tanah,red), saya tidak pernah tahu sertifikatnya. Ketika saya tanya masih bermasalah di akta notarisnya," katanya.
Pada SPK, Joni menceritakan bahwa ia harus menanggung beban Rp 125 juta. Ia mengatakan bahwa tanggungannya sebesar Rp 20 juta telah dilunasi.
Ia berharap agar kasus tersebut viral. "Sudah 12 tahun ada di Polres," ujarnya.
Selain itu, Joni berharap agar sertifikat tanah mereka bisa dikembalikan. Kemudian, ia berharap juga agar membayar sesuai yang diterima.
Sementara, merespons hal tersebut, Ketua Komisi A DPRD Jember Tabroni mengatakan bahwa BRI telah melaporkan kasus tersebut ke Polres Jember. Para korban tersebut menjadi saksi.
"Dalam konteks ini, warga yang dipanggil bukan sebagai korban, tapi sebagai saksi. Nah, warga yang datang ke DPRD sebagai korban dan DPRD wajib bertanya kepada BRI, kepada Polres," kata Tabroni.
Kemudian, Tabroni mengatakan bahwa pihaknya akan memanggil juga OJK dan notaris yang disebutkan oleh warga. "Kita akan tanyakan kepada polisi bagaimana Nanik yang menjadi otak dari pada penipuan ini, di mana posisinya, dan apa yang dilakukan kepolisian," ujarnya.
Tabroni juga mengimbau kepada warga terdampak agar datang ke DPRD khusunya Komisi A. "Agar kita mendapatkan list gambaran yang sebenarnya tentang berapa banyak warga di Jember yang terjangkit kasus ini," katanya. (iaf/why)




Share to
 (lp).jpg)