Penurunan Luas Tanam dan Produksi Gabah Jadi Alarm Serius, DPRD Soroti Alih Fungsi Lahan

Dwi Sugesti Megamuslimah
Tuesday, 09 Dec 2025 18:39 WIB

Ketua Komisi B DPRD Jember Candra Ary Fianto
JEMBER, TADATODAYS.COM - Penurunan luas tanam dan produksi gabah di Jember sepanjang 2025 mulai memicu kekhawatiran baru. Tidak hanya mengancam ketahanan pangan, kondisi ini juga dinilai mengganggu akurasi perencanaan anggaran dan program pertanian tahun depan.
Pemerintah daerah diminta bergerak cepat sebelum tren penurunan ini berubah menjadi krisis produksi. Data Dinas TPHP Jember menunjukkan, hingga November 2025 luas tanam padi baru mencapai 139.613 hektare, turun jauh dari 166.807 hektare pada 2024. Imbasnya, produksi gabah kering panen (GKP) ikut merosot dari 988.885 ton (2024) menjadi 934.403 ton.
Kabid Tanaman Pangan Dinas TPHP Jember Luhur Prayogo menyebut penurunan ini tidak bisa dipandang sebagai fluktuasi musiman. “Data produksi adalah dasar perencanaan seluruh intervensi pertanian. Kalau turun seperti ini, pola anggaran dan kebijakan kita harus disesuaikan,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa kebutuhan pupuk, sarana irigasi, hingga proyeksi cadangan pangan daerah harus dihitung ulang. “Kalau tidak dikoreksi sekarang, risikonya salah kebijakan dan program tidak efektif,” ujarnya.
Menurut Luhur, beberapa faktor diduga memengaruhi penurunan, mulai perubahan iklim, masalah sarana produksi di awal tahun, hingga pergeseran pola tanam petani. Evaluasi menyeluruh kini disiapkan untuk memastikan perencanaan 2026 lebih akurat. “Kita tidak boleh menganggap turunnya sekitar 55 ribu ton GKP ini sebagai hal biasa. Ini alarm penting,” katanya.
Ketua Komisi B DPRD Jember, Candra Ary Fianto menegaskan bahwa situasi ini harus menjadi perhatian serius. Dari data yang diterimanya, penurunan luas tanam sekitar 27 ribu hektare bukan hanya disebabkan faktor teknis. “Kami mengindikasikan adanya alih fungsi lahan pertanian produktif yang cukup masif,” ujar Candra Selasa (9/12/2025) sore.

Ia menegaskan bahwa kondisi ini sangat mengganggu target nasional maupun daerah terkait kedaulatan pangan. Menurutnya, pemerintah pusat menempatkan Jember sebagai daerah prioritas untuk swasembada pangan. “Tetapi kalau lahan-lahan produktif terus hilang, bagaimana target itu tercapai?” katanya.
Candra meminta Pemkab Jember memperkuat dukungan sarana pertanian, termasuk jaringan irigasi, peningkatan kapasitas PPL, dan kelancaran distribusi pupuk. “Kami melihat banyak kendala yang dihadapi petani, terutama cuaca dan kelangkaan input. Tapi itu tidak boleh dijadikan alasan untuk berhenti mengejar target,” ujarnya.
Penurunan luas tanam juga dinilai berpotensi menurunkan serapan gabah oleh Bulog, yang tahun lalu menempatkan Jember sebagai salah satu penyangga terbesar di Jawa Timur. “Kalau produksinya turun, serapan tentu ikut terpengaruh. Bulog harus bergerak cepat saat masa panen agar penyerapan tetap optimal,” tegas Candra.
Candra juga menyoroti persoalan tata ruang yang membuat alih fungsi lahan kerap sulit dikendalikan. Ia menekankan bahwa percepatan penyelesaian RTRW dan RDTR adalah kunci agar lahan pertanian produktif tidak terus tergerus pembangunan perumahan. “Kita tidak menolak investasi. Tapi mengalihfungsikan lahan produktif itu haram hukumnya,” tegasnya.
RTRW, lanjutnya, akan menjadi “buku induk” yang menentukan zona investasi sekaligus pelindung lahan pangan berkelanjutan (LP2B). “Kalau tata ruangnya jelas, investor aman, petani aman, dan ketahanan pangan kita juga aman,” katanya. (dsm/why)





Share to
 (lp).jpg)



